Haldien Arundyna

dan aku mulai bertanya dalam hati ku sendiri sudahkah dia tidak mencintai aku

Senin, 06 Juni 2011

Pengelolaan Air Bersih

BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Air merupakan zat yang memiliki peranan sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lainnya. Manusia akan lebih cepat meninggal karena kekurangan air daripada kekurangan makanan. Di dalam tubuh manusia itu sendiri sebagian besar terdiri dari air. Tubuh orang dewasa, sekitar 55-60 % berat badan terdiri dari air, untuk anak-anak sekitar 65 % dan untuk bayi sekitar 80%. Air dibutuhkan oleh manusia untuk memenuhi berbagai kepentingan antara lain: diminum, masak, mandi, mencuci dan pertanian.
Menurut perhitungan WHO, di negara-negara maju tiap orang memerlukan air antara 60-120 liter per hari. Sedangkan di negara-negara berkembang termasuk Indonesia, tiap orang memerlukan air 30-60 liter per hari. Diantara kegunaan-kegunaan air tersebut yang sangat penting adalah kebutuhan untuk minum. Oleh karena itu, untuk keperluan minum air harus mempunyai persyaratan khusus agar air tersebut tidak menimbulkan penyakit bagi manusia.
Air bersih merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi penduduk baik perkotaan maupun pedesaan. Kebutuhan air bersih yang memenuhi standar kesehatan, setiap tahunnya terus meningkat sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk dan kesadaran masyarakat akan kesehatan. Masalah penyediaan air bersih di Propinsi Nusa Tenggara Barat merupakan masalah utama yang sampai saat ini masih belum teratasi. Fasilitas air bersih sangat penting peranannya, mengingat kebutuhan air bersih untuk air minum berhubungan erat dengan tingkat kebutuhan hidup yang bersih dan sehat.
Pada tulisan ini dilakukan suatu analisa dan rencana tindak (action plan) bidang air bersih untuk perkotaan yang dibagi dalam tiga tahapan peningkatan yaitu jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang. Didalam kajian action plan terdapat suatu rencana tindak yang terintegrasi mengingat penyediaan air bersih berkaitan dengan pemanfaatan sumber daya alam, wilayah administrasi daerah otonom, teknologi yang dapat berpengaruh pada lingkungan, perbedaan kepentingan terhadap sumber daya air itu sendiri, pandangan masyarakat terhadap air bersih, dan berbagai aspek yang berhubungan secara langsung maupun tidak langsung terhadap penyediaan dan kebutuhan air bersih di propinsi Nusa Tenggara Barat.
Dari hasil analisa diperoleh bahwa kebutuhan air bersih lebih besar dari ketersediaan air yang ada untuk setiap kabupaten/kota di Nusa Tenggara Barat. Daerah yang perbedaan antara ketersediaan air yang ada dan kebutuhannya paling besar, yang berarti jumlah penduduk yang paling sedikit mendapatkan pelayanan air bersih yakni Kabupaten Lombok Tengah sebesar 7,2%. Kemudian diikuti oleh Kabupaten Bima/Kota Bima sebesar 7,6%, Kabupaten Lombok Timur sebesar 8,3%. Sementara persen pelayanan air bersih terbesar pada Kabupaten Dompu dan Mataram yakni masing-masing 23%. Bila Secara umum untuk propinsi NTB, jumlah penduduk yang mendapat akses terhadap air bersih adalah 14,2% yang berarti kurang dari seperempat jumlah penduduk di NTB mendapat pelayananan air bersih.  Kata kunci:  rencana tindak (action plan), penyediaan air bersih, kebutuhan air bersih.
Di beberapa tempat, baik di perkotaan maupun di perdesaan, pemenuhan kebutuhan air bersih merupakan masalah yang tidak mudah penyelesaiannya. Hal ini berkaitan dengan ketersediaan sumber air yang terbatas dan kebutuhan biaya dan teknik pengolahan sebelum air dimanfaatkan oleh masyarakat untuk berbagai keperluannya. Khususnya dalam memenuhi kebutuhan air bagi masyarakat, sejumlah langkah untuk mengantisipasi hal seperti itu yang  terjadi secara berulang-ulang secara terus menerus setiap tahun, harus dilakukan diantaranya dengan mengkaji sejumlah daerah tersebut yang memiliki sumber air mencukupi. Ancaman krisis air bersih semacam ini telah berulang kali menerjang desa-desa di sebagian propinsi-propinsi di Indonesia termasuk juga NTB. Dalam upaya menunjang keberlangsungan aktivitas ekonomi masyarakat maka dirasa perlu untuk mencari solusi dalam menyediakan air bersih bagi masyarakat.  Permasalahan yang melatar belakangi perlunya kegiatan penyusunan National Action Plan air bersih dan prasarana lingkungan diuraikan di bawah ini.(Kimpraswil NTB, 2004) 1). Pelayanan air minum saat ini baru mencapai 20 persen dari penduduk nasional, yang meliputi sekitar 39 persen penduduk di perkotaan dan 8 persen penduduk di perdesaan
Sesuai dengan kesepakatan internasional yang dituangkan dalam Millenium Development Goals (MDGs) bahwa pada tahun 2015 separuh penduduk yang belum terlayani air minum harus mendapatkan pelayanan Angka itu setara dengan 245.000 l/det dengan nilai investasi sebesar Rp. 34 trilyun dan waktu efektif untuk mencapainya hanya 10 tahun.
Sedangkan untuk penduduk semi-urban (Ibu Kota Kecamatan) akan diperkuat dengan sitem subsidi terbatas mengingat kemampuan ekonomi masyarakatnya yang relatif rendah serta pemikiran untuk menjadikan sistem penyediaan air minum IKK sebagai pusat produksi air minum dalam menanggulangi kerawanan air di desa sekitar.
Keterbatasan dana Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam pengembangan penyediaan air minum menyadarkan kita tentang pentingnya mencari sumber-sumber dana alternatif, antara lain melalui partisipasi dunia usaha / swasta dengan tetap memperhatikan kemampuan masyarakat.

BAB II
PEMBAHASAN

A.     Air Bersih dan Sehat
Air minum harus steril (steril = tidak mengandung hama penyakit apapun). Sumber-sumber air minum pada umumnya dan di daerah pedesaan khususnya tidak terlindung sehingga air tersebut tidak atau kurang memenuhi persyaratan kesehatan. Untuk itu perlu pengolahan terlebih dahulu.
Pengolahan air untuk diminum dapat dikerjakan dengan 2 cara, berikut:
1.       Menggodok atau mendidihkan air, sehingga semua kuman¬kuman mati. Cara ini membutuhkan waktu yang lama dan tidak dapat dilakukan secara besar-besaran.
2.       Dengan menggunakan zat-zat kimia seperti gas chloor, kaporit, dan lain-lain. Cara ini dapat dilakukan secara besar¬besaran, cepat dan murah.

Agar air minum tidak menyebabkan penyakit, maka air tersebut hendaknya diusahakan memenuhi persyaratan-persyaratan kesehatan, setidaknya diusahakan mendekati persyaratan tersebut. Air yang sehat harus mempunyai persyaratan sebagai berikut:
1.       Syarat fisik
Persyaratan fisik untuk air minum yang sehat adalah bening (tak berwarna), tidak berasa, suhu dibawah suhu udara diluarnya sehingga dalam kehidupan sehari-hari. Cara mengenal air yang memenuhi persyaratan fisik ini tidak sukar.
2.       Syarat bakteriologis
Air untuk keperluan minum yang sehat harus bebas dari segala bakteri, terutama bakteri patogen. Cara untuk mengetahui apakah air minum terkontaminasi oleh bakteri patogen adalah dengan memeriksa sampel (contoh) air tersebut. Dan bila dari pemeriksaan 100 cc air terdapat kurang dari 4 bakteri E. coli maka air tersebut sudah memenuhi syarat kesehatan.
3.       Syarat kimia
Air minum yang sehat harus mengandung zat-zat tertentu didalam jumlah yang tertentu pula. Kekurangan atau kelebihan salah satu zat kimia didalam air akan menyebabkan gangguan fisiologis pada manusia. Sesuai dengan prinsip teknologi tepat guna di pedesaan maka air minum yang berasal dari mata air dan sumur dalam adalah dapat diterima sebagai air yang sehat dan memenuhi ketiga persyaratan tersebut diatas asalkan tidak tercemar oleh kotoran-kotoran terutama kotoran manusia dan binatang. Oleh karena itu mata air atau sumur yang ada di pedesaan harus mendapatkan pengawasan dan perlindungan agar tidak dicemari oleh penduduk yang menggunakan air tersebut.

B.     Kuantitas Air
Jumlah air yang dibutuhkan tiap orang perhari ditentukan oleh beberapa faktor. Tubuh manusia memerlukan antara 3 – 10 liter air per hari  pada kondisi normal, tergantung cuaca dan aktifitas yang dilakukannya. Sebagian dari jumlah air ini didapat dari makanan. Faktor- faktor yang mempengaruhi besarnya jumlah air yang digunakan : Faktor kebudayaan, status sosial – ekonomi dan standar hidup, kesadaran terha dap kebersihan, penggunaan untuk hal-hal produktif, biaya yang dikeluarkan untuk air bersih dan kualitas air. Kebutuhan air penduduk tergantung dari cuaca, standar hidup, ketersediaan dan metode distribusi air. Gambaran pemakaian air domestik per kapita dengan berbagai penggunaannya dapat dilihat pada tabel 1. Untuk memperoleh estimasi kebutuhan air dalam suatu wilayah, lebih mudah untuk mensurvey jumlah rumah tangga daripada harus melakukan sensus dari rumah ke rumah. Penggunaan air domestik (rumah tangga) dapat dihitung dengan mengasumsikan rata-rata jumlah anggota keluarga dalam suatu rumah tangga. Untuk Indonesia rata-rata jumlah anggota keluarga digunakan 5 orang penduduk dalam satu keluarga. Adanya sekolah, rumah sakit, hotel, tempat peribadatan dan fasilitas umum lainnya dalam wilayah yang kita tinjau juga harus dihitung penggunaan airnya. Dibawah ini dalam tabel 2 merupakan gambaran penggunaan air untuk fasilitas umum di Indonesia. 


    Tabel Tipikal unit konsumsi air untuk fasilitas umum
Kategori
Kebutuhan air
Jumlah air
1. Tempat Ibadah


Masjid/mushola
30 lt/kapita/hari
200 orang
Gereja
10 lt/kapita/hari
150 orang
Vihara
10 lt/kapita/hari
50 orang
Pura
10 lt/kapita/hari
50 orang
2. Pendidikan


SD
10 lt/kapita/hari
250 orang
SMP
20 lt/kapita/hari
150 orang
SMU
25 lt/kapita/hari
250 orang
3. Umum


Terminal
15 lt/kapita/hari
100 orang
Rumah sakit
250 lt/kapita/hari
100 orang
Bank
25 lt/kapita/hari
50 orang
Puskesmas
1000 lt/kapita/hari
-
4. Komersial


Bioskop
15 lt/kapita/hari
100 orang
Hotel
90 lt/kapita/hari
50 orang
Restoran
70 lt/kapita/hari
100 orang
Toko
10 lt/kapita/hari
20 orang
Pasar
1000 lt/kapita/hari
-
5. Institusional


Kantor
30 lt/kapita/hari
-
LP
50 lt/kapita/hari
100 orang
Industri
4000 lt/kapita/hari
-





























Diperkirakan rata-rata penggunaan air untuk fasilitas umum sekitar 10% - 15% dari penggunaan air untuk satu rumah tangga. Estimasi ini hanya dapat digunakan untuk preliminary design dan merupakan estimasi secara kasar. Untuk perencanaan lebih lanjut (final design) perhitungannya harus memakai data yang lebih lengkap dengan memperhatikan kondisi lokal (Smet Jo, 2002). Kebutuhan air bersih domestik merupakan jumlah dari kebutuhan air rumah tangga penduduk, kebutuhan air untuk fasilitas umum, hidrant, dan kebocoran. Untuk mendapatkan kebutuhan air rumah tangga penduduk, dipakai perhitungan sebagai berikut :

C.      Sumber-sumber Air Minum
Pada prinsipnya semua air dapat diproses menjadi air minum. Sumber-sumber air ini, sebagai berikut:


1.       Air hujan
Air hujan dapat ditampung kemudian dijadikan air minum, tetapi air hujan ini tidak mengandung kalsium. Oleh karena itu, agar dapat dijadikan air minum yang sehat perlu ditambahkan kalsium didalamnya.
2.       Air Permukaan
Air permukaan meliputi : Air sungai, danau,telaga, waduk, rawa, terjun, dan sumur permukaan berdasarkan asalnya juga berasal dari air hujan yang mengalir melalui saluran-saluran ke dalam sungai atau danau. Kedua sumber air ini sering juga disebut air permukaan. Oleh karena air sungai dan danau ini sudah terkontaminasi atau tercemar oleh berbagai macam kotoran, maka bila akan dijadikan air minum harus diolah terlebih dahulu.
3.       Mata air
Air yang keluar dari mata air ini berasal dari air tanah yang muncul secara alamiah. Oleh karena itu, air dari mata air ini bila belum tercemar oleh kotoran sudah dapat dijadikan air minum langsung. Tetapi karena kita belum yakin apakah betul belum tercemar maka alangkah baiknya air tersebut direbus dahulu sebelum diminum.
4.       Air sumur
Air sumur dangkal adalah air yang keluar dari dalam tanah, sehingga disebut sebagai air tanah. Air berasal dari lapisan air di dalam tanah yang dangkal. Dalamnya lapisan air ini dari permukaan tanah dari tempat yang satu ke yang lain berbeda-beda. Biasanya berkisar antara 5 sampai dengan 15 meter dari permukaan tanah. Air sumur pompa dangkal ini belum begitu sehat karena kontaminasi kotoran dari permukaan tanah masih ada. Oleh karena itu perlu direbus dahulu sebelum diminum.
Air sumur dalam yaitu air yang berasal dari lapisan air kedua di dalam tanah. Dalamnya dari permukaan tanah biasanya lebih dari 15 meter. Oleh karena itu, sebagaian besar air sumur dalam ini sudah cukup sehat untuk dijadikan air minum yang langsung (tanpa melalui proses pengolahan).

D.     Pengolahan air minum
Ada beberapa cara pengolahan air minum antara lain sebagai berikut:
1.       Pengolahan Secara Alamiah
Pengolahan ini dilakukan dalam bentuk penyimpanan dari air yang diperoleh dari berbagai macam sumber, seperti air danau, air sungai, air sumur dan sebagainya. Di dalam penyimpanan ini air dibiarkan untuk beberapa jam di  tempatnya. Kemudian akan terjadi koagulasi dari zat-zat yang terdapat didalam air dan akhirnya terbentuk endapan. Air akan menjadi jernih karena partikel-partikel yang ada dalam air akan ikut mengendap.
2.       Pengolahan Air dengan Menyaring
Penyaringan air secara sederhana dapat dilakukan dengan kerikil, ijuk dan pasir. Penyaringan pasir dengan teknologi tinggi dilakukan oleh PAM (Perusahaan Air Minum) yang hasilnya dapat dikonsumsi umum.
3.       Pengolahan Air dengan Menambahkan Zat Kimia
Zat kimia yang digunakan dapat berupa 2 macam yakni zat kimia yang berfungsi untuk koagulasi dan akhirnya mempercepat pengendapan (misalnya tawas). Zat kimia yang kedua adalah berfungsi untuk menyucihamakan (membunuh bibit penyakit yang ada didalam air, misalnya klor (Cl).
4.       Pengolahan Air dengan Mengalirkan Udara
ujuan utamanya adalah untuk menghilangkan rasa serta bau yang tidak enak, menghilangkan gas-gas yang tak diperlukan, misalnya CO2 dan juga menaikkan derajat keasaman air.
5.       Pengolahan Air dengan Memanaskan Sampai Mendidih
Tujuannya untuk membunuh kuman-kuman yang terdapat pada air. Pengolahan semacam ini lebih tepat hanya untuk konsumsi kecil misalnya untuk kebutuhan rumah tangga.

Dilihat dari konsumennya, pengolahan air pada prinsipnya dapat digolongkan menjadi 2 yakni:

1.       Pengolahan Air Minum untuk Umum
a.       Penampungan Air Hujan.
Air hujan dapat ditampung didalam suatu dam (danau buatan) yang dibangun berdasarkan partisipasi masyarakat setempat. Semua air hujan dialirkan ke danau tersebut melalui alur-alur air. Kemudian disekitar danau tersebut dibuat sumur pompa atau sumur gali untuk umum. Air hujan juga dapat ditampung dengan bak-bak ferosemen dan disekitarnya dibangun atap-atap untuk mengumpulkan air hujan. Di sekitar bak tersebut dibuat saluran-saluran keluar untuk pengambilan air untuk umum. Air hujan baik yang berasal dari sumur (danau) dan bak penampungan tersebut secara bakteriologik belum terjamin untuk itu maka kewajiban keluarga-keluarga untuk memasaknya sendiri misalnya dengan merebus air tersebut.


b.      Pengolahan Air Sungai
Air sungai dialirkan ke dalam suatu bak penampung I melalui saringan kasar yang dapat memisahkan benda-benda padat dalam partikel besar. Bak penampung I tadi diberi saringan yang terdiri dari ijuk, pasir, kerikil dan sebagainya. Kemudian air dialirkan ke bak penampung II. Disini dibubuhkan tawas dan chlor. Dari sini baru dialirkan ke penduduk atau diambil penduduk sendiri langsung ke tempat itu. Agar bebas dari bakteri bila air akan diminum masih memerlukan direbus terlebih dahulu.
c.       Pengolahan Mata Air
Mata air yang secara alamiah timbul di desa-desa perlu dikelola dengan melindungi sumber mata air tersebut agar tidak tercemar oleh kotoran. Dari sini air tersebut dapat dialirkan ke rumah-rumah penduduk melalui pipa-pipa bambu atau penduduk dapat langsung mengambilnya sendiri ke sumber yang sudah terlindungi tersebut.

2.       Pengolahan Air Untuk Rumah Tangga
a.       Air sumur pompa terutama air sumur pompa dalam sudah cukup memenuhi persyaratan kesehatan. Tetapi sumur pompa ini di daerah pedesaan masih mahal, disamping itu teknologi masih dianggap tinggi untuk masyarakat pedesaan. Yang lebih umum di daerah pedesaan adalah sumur gali.

Agar air sumur pompa gali ini tidak tercemar oleh kotoran di sekitarnya, perlu adanya syarat-syarat sebagai berikut:
o   Harus ada bibir sumur agar bila musim huujan tiba, air tanah tidak akan masuk ke dalamnya.
o   Pada bagian atas kurang lebih 3 m dari ppermukaan tanah harus ditembok, agar air dari atas tidak dapat mengotori air sumur.
o   Perlu diberi lapisan kerikil di bagian bbawah sumur tersebut untuk mengurangi kekeruhan.
o   Sebagai pengganti kerikil, ke dalam sumur ini dapat dimasukkan suatu zat yang dapat membentuk endapan, misalnya aluminium sulfat (tawas).
o   Membersihkan air sumur yang keruh ini dapat dilakukan dengan menyaringnya dengan saringan yang dapat dibuat sendiri dari kaleng bekas.

b.       Air Hujan
Kebutuhan rumah tangga akan air dapat pula dilakukan melalui penampungan air hujan. Tiap-tiap keluarga dapat melakukan penampungan air hujan dari atapnya masing¬masing melalui aliran talang. Pada musim hujan hal ini tidak menjadi masalah tetapi pada musim kemarau mungkin menjadi masalah. Untuk mengatasi keluarga memerlukan tempat penampungan air hujan yang lebih besar agar mempunyai tandon untuk musim kemarau.

E.      Siklus air
Pergerakan air di permukan Bumi yang dinamakan siklus air.
Siklus air atau siklus hidrologi adalah sirkulasi air yang tidak pernah berhenti dari atmosfer ke bumi dan kembali ke atmosfir melalui kondensasi, presipitasi, evaporasi dan transpirasi.
Pemanasan air laut oleh sinar matahari merupakan kunci proses siklus hidrologi tersebut dapat berjalan secara terus menerus. Air berevaporasi, kemudian jatuh sebagai presipitasi dalam bentuk hujan, salju, hujan batu, hujan es dan salju (sleet), hujan gerimis atau kabut.
Pada perjalanan menuju bumi beberapa presipitasi dapat berevaporasi kembali ke atas atau langsung jatuh yang kemudian diintersepsi oleh tanaman sebelum mencapai tanah. Setelah mencapai tanah, siklus hidrologi terus bergerak secara kontinu dalam tiga cara yang berbeda:
·         Evaporasi / transpirasi - Air yang ada di laut, di daratan, di sungai, di tanaman, dsb. kemudian akan menguap ke angkasa (atmosfer) dan kemudian akan menjadi awan. Pada keadaan jenuh uap air (awan) itu akan menjadi bintik-bintik air yang selanjutnya akan turun (precipitation) dalam bentuk hujan, salju, es.
·         Infiltrasi / Perkolasi ke dalam tanah - Air bergerak ke dalam tanah melalui celah-celah dan pori-pori tanah dan batuan menuju muka air tanah. Air dapat bergerak akibat aksi kapiler atau air dapat bergerak secara vertikal atau horizontal dibawah permukaan tanah hingga air tersebut memasuki kembali sistem air permukaan.
·         Air Permukaan - Air bergerak diatas permukaan tanah dekat dengan aliran utama dan danau; makin landai lahan dan makin sedikit pori-pori tanah, maka aliran permukaan semakin besar. Aliran permukaan tanah dapat dilihat biasanya pada daerah urban. Sungai-sungai bergabung satu sama lain dan membentuk sungai utama yang membawa seluruh air permukaan disekitar daerah aliran sungai menuju laut.
Air permukaan, baik yang mengalir maupun yang tergenang (danau, waduk, rawa), dan sebagian air bawah permukaan akan terkumpul dan mengalir membentuk sungai dan berakhir ke laut. Proses perjalanan air di daratan itu terjadi dalam komponen-komponen siklus hidrologi yang membentuk sistem Daerah Aliran Sungai (DAS).Jumlah air di bumi secara keseluruhan relatif tetap, yang berubah adalah wujud dan tempatnya.Tempat terbesar tejadi di laut.

F.      Penyalahgunaan dan pencemaran air
Sumber-sumber air bersih ini biasanya terganggu akibat penggunaan dan penyalahgunaan sumber air seperti:
1.       Pertanian. Penghamburan air akibat ketiadaannya penyaluran air yang baik pada lahan yang diairi dengan irigasi (untuk penghematan dalam jangka pendek) dapat berakibat terjadinya kubangan dan penggaraman yang akhirnya dapat menyebabkan hilangnya produktivitas air dan tanah
2.       Industri. Walaupun industri menggunakan air jauh lebih sedikit dibandingkan dengan irigasi pertanian, namun penggunaan air oleh bidang industri mungkin membawa dampaknya yang lebih parah dipandang dari dua segi. Pertama, penggunaan air bagi industri sering tidak diatur dalam kebijakan sumber daya air nasional, maka cenderung berlebihan. Kedua, pembuangan limbah industri yang tidak diolah dapat menyebabkan pencemaran bagi air permukaan atau air bawah tanah, seihingga menjadi terlalu berbahaya untuk dikonsumsi. Air buangan industri sering dibuang langsung ke sungai dan saluran-saluran, mencemarinya, dan pada akhirnya juga mencemari lingkungan laut, atau kadang-kadang buangan tersebut dibiarkan saja meresap ke dalam sumber air tanah tanpa melalui proses pengolahan apapun. Kerusakan yang diakibatkan oleh buangan ini sudah melewati proporsi volumenya. Banyak bahan kimia modern begitu kuat sehingga sedikit kontaminasi saja sudah cukup membuat air dalam volume yang sangat besar tidak dapat digunakan untuk minum tanpa proses pengolahan khusus.
3.       Eksploitasi sumber-sumber air secara masal oleh rumah tangga.
a.     Di negara berkembang: Di beberapa tempat di negara bagian Tamil Nadu di India bagian selatan yang tidak memiliki hukum yang mengatur pemasangan penyedotan sumur pipa atau yang membatasi penyedotan air tanah, permukaan air tanah anjlok 24 hingga 30 meter selama tahun 1970-an sebagai akibat dari tak terkendalikannya pemompaan atau pengairan. Pada sebuah konferensi air di tahun 2006 wakil dari suatu negara yang kering melaporkan bahwa 240.000 sumur pribadi yang dibor tanpa mengindahkan kapasitas jaringan sumber air mengakibatkan kekeringan dan peningkatan kadar garam.
b.    Di negara maju seperti Amerika Serikat seperlima dari seluruh tanah irigasi di AS tergantung hanya pada jaringan sumber air (Aquifer) Agallala yang hampir tak pernah menerima pasok secara alami. Selama 4 dasawarsa terakhir terhitung dari tahun 2006, sistem jaringan yang tergantung pada sumber ini meluas dari 2 juta hektar menjadi 8 juta, dan kira-kira 500 kilometer kubik air telah tersedot. Jaringan sumber ini sekarang sudah setengah kering kerontang di bawah sejumlah negara bagian. Sumber-sumber air juga mengalami kemerosotan mutu, di samping pencemaran dari limbah industri dan limbah perkotaan yang tidak diolah, seperti pengotoran berat dari sisa-sisa dari lahan pertanian. Misalnya, di bagian barat AS, sungai Colorado bagian bawah sekarang ini demikian tinggi kadar garamnya sebagai akibat dari dampak arus balik irigasi sehingga di Meksiko sudah tidak bermanfaat lagi, dan sekarang AS terpaksa membangun suatu proyek besar untuk memurnikan air garam di Yuma, Arizona, guna meningkatkan mutu sungainya. Situasi di wilayah perkotaan jauh lebih jelek daripada di daerah sumber dimana rumah tangga yang terlayani terpaksa merawat WC dengan cara seadanya karena langkanya air, dan tanki septik membludak karena layanan pengurasan tidak dapat diandalkan, atau hanya dengan menggunakan cara-cara lain yang sama-sama tidak tuntas dan tidak sehat. Hal ini tidak saja mengakibatkan masalah bagi penggunanya sendiri, tetap juga sering berbahaya terhadap orang lain dan merupakan ancaman bagi lingkungan karena limbah mereka lepas tanpa proses pengolahan.

G.     Akibat ketiadaan air bersih
Program percontohan penyediaan air bersih melalui sambungan saluran rumah tangga oleh USAID dan ESP.
Ketiadaan air bersih mengakibatkan:
1.       Penyakit diare. Di Indonesia diare merupakan penyebab kematian kedua terbesar bagi anak-anak dibawah umur lima tahun. Sebanyak 13 juta anak-anak balita mengalami diare setiap tahun. Air yang terkontaminasi dan pengetahuan yang kurang tentang budaya hidup bersih ditenggarai menjadi akar permasalahan ini. Sementara itu 100 juta rakyat Indonesia tidak memiliki akses air bersih
2.       Penyakit cacingan
3.       Pemiskinan. Rumah tangga yang membeli air dari para penjaja membayar dua kali hingga enam kali dari rata-rata yang dibayar bulanan oleh mereka yang mempunyai sambungan saluran pribadi untuk volume air yang hanya sepersepuluhnya  

H.     Perencanaan Yang Komprehensif
Suatu perencanaan yang komprehensif (comprehensive planning) terhadap penyediaan air bersih merupakan solusi dari permasalahan dalam pelayanan air bersih terhadap masyarakat. Perencanaan yang komprehensif meliputi aspek peran serta masyarakat, aspek teknis, aspek finansial, aspek kelembagaan dan lingkungan

1.      Aspek peran serta masyarakat terdiri atas komponen sebagai berikut :
-          Kebutuhan untuk peningkatan penyediaan air bersih
-          Persepsi tentang hubungan antara manfaat dan peningkatan penyediaan air bersih, rasa tanggung jawab dan memiliki (ownership), kebudayaan, kebiasaan dan kepercayaan yg berhubungan dengan air bersih.
2.      Aspek Teknis antara lain terdiri dari komponen berikut :
-          Kebutuhan air saat ini dan masa datang, pengolahan air bersih
-          Standar teknis, prosedur O&M, kualitas air
3.      Aspek Lingkungan mencakup kualitas dan kuantitas sumber air baku, dan Perlindungan sumber air baku. 
4.      Aspek keuangan meliputi : analisis cost – benefit, kemampuan dan kemauan untuk membayar; serta struktur tarif.
5.      Aspek kelembagaan yakni strategi ditingkat nasional dan kebijakan/landasan hukum.
Para stakeholder yang andil dalam kegiatan ini merupakan pula pengguna dan pemelihara pelayanan air, sehingga hal ini akan menentukan keberhasilan kegiatan tersebut.   

I.        Kontroversi air bersih
Walaupun air meliputi 70% permukaan bumi dengan jumlah kira-kira 1,4 ribu juta kilometer kubik, namun hanya sebagian kecil saja dari jumlah ini yang dapat benar-benar dimanfaatkan, yaitu kira-kira hanya 0,003%. Sebagian besar air, kira-kira 97%, ada dalam samudera atau laut, dan kadar garamnya terlalu tinggi untuk kebanyakan keperluan. Dari 3% sisanya yang ada, hampir semuanya, kira-kira 87 persennya,tersimpan dalam lapisan kutub atau sangat dalam di bawah tanah.
Keributan masalah air bersih bisa terjadi dalam suatu negara, kawasan, ataupun berdampak ke benua luas karena penggunaan air secara bersama-sama. Di Afrika, misalnya, lebih dari 57 sungai besar atau lembah danau digunakan bersama oleh dua negara atau lebih; Sungai Nil oleh sembilan, dan Sungai Niger oleh 10 negara. Sedangkan di seluruh dunia, lebih dari 200 sungai, yang meliputi lebih dari separo permukaan bumi, digunakan bersama oleh dua negara atau lebih. Selain itu, banyak lapisan sumber air bawah tanah membentang melintasi batas-batas negara, dan penyedotan oleh suatu negara dapat menyebabkan ketegangan politik dengan negara tetangganya.
Di seluruh dunia, kira-kira 20 negara, hampir semuanya di kawasan negara berkembang, memiliki sumber air yang dapat diperbarui hanya di bawah 1.000 meter kubik untuk setiap orang, suatu tingkat yang biasanya dianggap kendala yang sangat mengkhawatirkan bagi pembangunan, dan 18 negara lainnya memiliki di bawah 2.000 meter kubik untuk tiap orang.
Penduduk dunia yang pada 2006 berjumlah 5,3 miliar diperkirakan akan meningkat menjadi 8,5 miliar pada tahun 2025 akan didera oleh ketersediaan air bersih. Laju angka kelahiran yang tertinggi justru terjadi tepat di daerah yang sumber-sumber airnya mengalami tekanan paling berat, yaitu di negara-negara berkembang.

J.        Sistem Penyediaan Air Bersih  di NTB
Hingga menjelang tahun 2003/2004 akibat terjadinya perkembangan penduduk dan pertumbuhan kota kecamatan berbagai pusat pertumbuhan, maka meningkat pula kebutuhan air bersih di Propinsi Nusa Tenggara Barat. Di sisi lain ketersediaan sumber daya air secara keseluruhan tidak bertambah bahkan mempunyai kecenderungan berkurang kuantitas dan kualitasnya. Masalah penyediaan air bersih di Propinsi Nusa Tenggara Barat merupakan masalah utama yang sampai saat ini masih belum teratasi. Upaya penyediaan air minum dan air bersih sangat perlu ditingkatkan pelayanan dan penyediaannya sehingga dapat memenuhi kriteria dari segi kuantitas, kualitas, dan kontinuitasnya.  Penyediaan air bersih di Propinsi Nusa Tenggara Barat diperoleh dari berbagai sumber seperti mata air, sumur bor (artesis), waduk/dam, sumur pompa, sumur gali dan pengolahan dari air sungai. Pelayanan Air Bersih di Nusa Tenggara Barat melalui PDAM dapat dilihat pada Tabel 3. dan Tabel 4 berikut ini. 

 Tabel . Sumber dan Instalasi Air Tiap-tiap
Kabupaten/Kota Di Propinsi Nusa Tenggara Barat
No.PDAM
(Unit)
No.
PDAM
Instalasi Produksi
Jumlah
MA
Debit
(Ltr/dt)
IPA
(Unit0
Debit
(Ltr/dt)
SB
(Unit)
Debit
(Ltr/dt)
(Unit)
(Ltr/dt)
1.
Menang Mataram
8
664,5




8
664,5
2.
Lombok Tengah
3
140
1
200


4
340
3.
Lombok Timur
12
200,5
1
10


13
210,5
2.
Sumbawa
4
32,5
4
200
5
22,5
13
245
5.
Dompu
5
7,4
3
100
2
15
10
122,4
6.
Bima
4
17,25
2
61
7
46,5
13
124,75

Jumlah
36
1.062,15
11
571
14
287
61
1.707,15


Sumber : Laporan Akhir, Identifikasi Kegiatan Optimalisasi Untuk Penyehatan PDAM NTB, 2003
Cakupan pelayanan air bersih dan potensi sumber air bersih di Propinsi Nusa Tenggara Barat dapat dilihat pada Tabel 4. 

K.     Aspek-Aspek Dalam Pengelolaan Air Bersih Di NTB
Rendahnya peningkatan persentase cakupan pelayanan di Indonesia sampai saat ini (khususnya sistem perpipaan) harus dipandang sebagai bentuk kualitas dari aspek-aspek yang melingkupi pengelolaan air bersih itu sendiri, yang terdiri dari : a). Aspek teknis   Dari sudut aspek teknis, kendala yang dihadapi antara lain rendahnya cakupan pelayanan dipengaruhi oleh operasi dan pemeliharaan sarana prasarana air bersih yang tidak sesuai standard, sumber air baku yang mulai terbatas, jam operasi yang terbatas, dan tingkat kehilangan air yang masih tinggi (di atas 30%). b). Aspek keuangan  Dari sudut aspek keuangan, kendala yang dihadapi antara lain tarif yang berlaku belum mencapai cost recovery, bahkan untuk mengcover biaya operasi dan pemeliharaan yang sesuai kebutuhan/standard saja,  mengalami kesulitan.  c). Aspek kelembagaan  Dari aspek kelembagaan, kendala yang dihadapi antara lain rendahnya kualitas dan kapabilitas manajemen dan SDM pengelola. penduduk perkotaan yang mendapat pelayanan baru mencapai 39% (Penyediaan Air Bersih di Indonesia, Dirjen Kodes, dalam
Memorandum Nasional Action Plan, Kimpraswil 2004) sedang untuk penduduk perdesaan baru mencapai 8%. (Survey Ekonomi Nasional Depkes 2001, dalam Memorandum Nasional Action Plan, Kimpraswil 2004). d) Aspek legal dan peran serta  masyarakat/swasta  Kendala yang dihadapi pada aspek legal dan peran serta masyarakat saling berkaitan yaitu masih lemahnya kebijakan yang mampu mendukung pengelolaan air bersih yang partisipatif dan berkesinambungan dan masih banyaknya masyarakat yang mengunakan air non pipa (non PDAM) sebagai subtitusi air bersih PDAM. 



L.      Analisa Penyediaan Air Bersih di Nusa Tenggara Barat.
Untuk mengestimasi berapa jumlah penduduk yang telah memiliki akses terhadap air bersih didapat dengan membandingkan jumlah kebutuhan air bersih tiap kabupaten/kota (dalam l/detik) dengan ketersediaan air baku (dalam l/detik).  Penyediaan air bersih untuk Propinsi Nusa Tenggara Barat dapat dilihat pada tabel 3 (data sekunder) sebelumnya. Dimana untuk studi ini diambil sumber air baku dari PDAM di Masing-masing Kabupaten/Kota, yakni: PDAM Menang Mataram (untuk wilayah Kota Mataram dan Kabupaten Lombok Barat), Kabupaten Lombok Tengah, Kabupaten Lombok Timur, Kabupaten Sumbawa, Kabupaten Dompu, dan Bima (untuk wilayah Kabupaten dan Kota Bima).  Sedangkan untuk analisa jumlah penduduk yang terlayani air bersih, akan digunakan data sumber air baku pada tabel 4, karena pada tabel ini (hasil survei data primer) diketahui debit pada kondisi eksisting yang dioperasikan bukan debit yang terpasang berdasarkan data sekunder (tabel 3). Kemudian dari tabel 3 didapat pula kinerja rata-rata sistem penyediaan air bersih yaitu sebesar 30%, sehingga diperoleh hasil penyediaan air pada tabel 6. Langkah selanjutnya yaitu membandingkan jumlah kebutuhan air bersih tersebut dengan ketersedian air bersih yang ada (eksisting). Pada tabel 5 dan Gambar 2 dapat dilihat jumlah kebutuhan air dan air baku yang tersedia pada tiap-tiap kabupaten/Kota di Nusa Tenggara Barat. Terlihat bahwa kebutuhan air lebih besar dari ketersediaan air yang ada untuk setiap kabupaten/kota di Nusa Tenggara Barat.

Tabel 5. Kebutuhan air bersih di Kabupaten/kota NTB











Sumber:  Hasil perhitungan dan data BPS, NTB dalam angka 2003 dan Laporan akhir, identifikasi Kegiatan Optimalisasi untuk penyehatan PDAM NTB, 2003

Bila Secara umum untuk propinsi NTB, jumlah penduduk yang mendapat akses terhadap air bersih adalah 14,2% (lihat ambar 2) yang berarti kurang dari setengah penduduknya mendapat pelayanan air bersih. Untuk perhitungannya dapat dilihat pada tabel 6. Hal ini persis seperti yang ditunjukkan pada data tingkat pelayanan air bersih di Indonesia yang kurang dari 20%.
Tabel Tingkat perbandingan kebutuhan dan ketersediaan air bersih di NTB
Kabupaten/Kota
Kebutuhan
air bersih (l/det)
Penyediaan air
bersih
(l/det)
Penduduk
terlayani
(%)
Lombok Barat & Mataram
730,98
168,21
23,0
Lombok Tengah
540,33
39
7,2
Lombok Timur
705,21
58,65
8,3
Sumbawa
320,48
73,5
22,9
Dompu
133,28
30,72
23,0
Bima & kota Bima
360,87
27,6
7,6
Total
2791,15
397,68
14,2
















Langkah yang perlu segera dilaksanakan dalam usaha meningkatkan pelayanan air bersih bagi penduduk adalah:
1.      Mengurangi kebocoran yang terjadi hingga seminimal mungkin,
2.      Memperbaiki dan menyempurnakan sistem manajemen pengelolaan air bersih menjadi lebih profesional,
3.      Memperluas jangkauan jaringan pelayanan air bersih, khusus di dalam wilayah kota yang padat penduduknya,
4.      Memperbaiki dan meningkatkan kualitas air bersih yang diproduksi,
5.      Memaksimalkan kapasitas produksi yang masih tersedia
6.      Pemerintah Daerah setempat harus mampu menyediakan dana untuk pengembangan pelayanan air bersih bagi penduduk. 

M.    Rencana Tindak (Action Plan )
Secara garis besar rencana tindak (action plan) Nusa Tenggara Barat mencakup: kesepakatan para stakeholders atas sasaran yang akan dicapai dan  sasaran yang dicapai.
Deskripsi action plan bidang air bersih untuk perkotaan di atas dibagi dalam tiga tahapan peningkatan yaitu jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang. Adapun uraian mengenai sasaran masing-masing tahapan adalah sebagai berikut: 
1.       Sasaran Jangka Pendek (2005).
Komponen sasaran yang ingin dicapai meliputi : Total tingkat pelayanan (perpipaan dan non perpipaan terlindungi) mencapai 90% (49% perpipaan dan 41% non perpipaan terlindungi) dari jumlah penduduk perkotaan.  Memberi bantuan teknis, penetapan Norma, Standard, Pedoman, dan Manual (NSPM) mengenai teknik pembangunan sistem perpipaan maupun pemanfaatan sumur secara perorangan, yang disesuaikan dengan kondisi di daerah masing-masing. Integrasi proses mulai dari perencanaan program sampai dengan pembangunan/implementasi program. Program pengembangan  pelayanan air bersih berdasarkan kondisi dari masing-masing institusi pengelola : 1). Program peningkatan cakupan pelayanan untuk institusi yang sehat 2). Program penguatan/optimalisasi untuk institusi yang kurang sehat 3). Program penyehatan untuk institusi yang kurang sehat/krisis
2.       Sasaran jangka menengah (2010).
Komponen sasaran yang ingin dicapai meliputi : Total tingkat pelayanan (perpipaan dan non perpipaan terlindungi) mencapai 92% (59% perpipaan dan 33% non perpipaan terlindungi), memberi bantuan teknis.  Penerapan profesionalisme dalam pengelolaan dan pelayanan, baik dalam kemampuan operasional maupun dalam menanggapi keluhan konsumen. Untuk dapat mengetahui progres dari masing-masing daerah terhadap pencapaian MDG, pemerintah pusat juga perlu menetapkan sistem monitoring. Program pengembangan  pelayanan air bersih berdasarkan kondisi dari masing-masing institusi pengelola :
a.       Program peningkatan cakupan pelayanan untuk institusi yang sehat
b.       Program penguatan/optimalisasi untuk institusi yang kurang sehat (diasumsikan institusi yang tidak sehat/kritis sudah naik kondisinya ke kurang sehat atau ke kategori sehat).
3.       Sasaran jangka panjang (2015)
Komponen sasaran yang ingin dicapai meliputi : Total tingkat pelayanan (perpipaan dan non perpipaan terlindungi) mencapai 94% (69% perpipaan dan 25% non perpipaan terlindungi) Memberi bantuan teknis, bantuan teknis yang      dimaksud disini dapat berupa bantuan konsultasi untuk perencanaan, perancangan, DED (Detail Engineering Design) sistem penyediaan air bersih sesuai dengan kondisi daerah dan aspirasi masyarakat setempat. Untuk dapat mengetahui progres dari masing-masing daerah terhadap pencapaian MDG, pemerintah pusat juga perlu menetapkan sistem monitoring. Pengembangan usaha/pelayanan dengan mengupayakan pendanaan dengan kemampuan sendiri/mandiri.

Peningkatan profesionalisme dalam pengelolaan dan pelayanan air bersih antara lain dengan peningkatan kinerja : 
a.       Dari aspek teknis : penurunan tingkat kehilangan air sampai 20-25%; kontinuitas pelayanan 24 jam sehari; kualitas air yang memenuhi standar.
b.       Dari aspek keuangan : rasio pendapatan terhadap biaya operasional >1 yang berarti tarif telah mampu menutupi biaya marjinal dan mulai mengarah kepada full cost recovery, peningkatan efisiensi penagihan.
c.       Dari aspek kelembagaan : pencapaian rasio karyawan yang optimal (4/1000); komposisi dan peningkatan kapabilitas karyawan; kejelasan bentuk dan otoritas wewenang dari institusi pengelola.

N.     Permasalahan Manajement Kebijakan Program Penyediaan Dan Pengelolaan Air Bersih Di NTB
Beberapa kesimpulan yang dapat ditarik dari kebijakan  penyediaan dan pengelolaan air bersih di NTB (Dinas Permukiman dan Wilayah, 2005) adalah sebagai berikut:
1).   Dari analisa diperoleh bahwa kebutuhan air bersih lebih besar dari ketersediaan air yang ada untuk setiap kabupaten/kota di Nusa Tenggara Barat. Daerah yang                perbedaan antara ketersediaan air yang ada dan kebutuhannya paling besar, yang        berarti jumlah penduduk yang paling sedikit mendapatkan pelayanan  air bersih           yakni Kab.Lombok tengah sebesar 7,2%. Kemudian diikuti oleh Kab Bima/Kota Bima      sebesar 7,6%, Kab. Lombok Timur sebesar 8,3%.
2). Pendekatan yang dilakukan dalam pembangunan dan pengelolaan pensarana dan prasarana penyediaan air bersih masih bernuansa administratif. 
3). Banyak investasi berupa hasil pembangunan sarana prasarana penyediaan air              bersih yang tidak termanfaatkan ataupun berfungsi dengan baik karena tidak                dikelola dan dipelihara sesuai standar (tidak berorientasi pada  prinsip                keberlanjutan atau sustainable system). Hal ini berlaku baik pada investasi                   penyediaan air bersih di perkotaan maupun perdesaan. 
4). Pembangunan dan pengelolaan sarana prasarana penyediaan air bersih              dilakukan masih berdasarkan penetapan kebutuhan dari pemerintah pusat (supply        driven) yang bersifat general atau standar untuk tiap kota/daerah yang tidak           mencitrakan kebutuhan masyarakat yang sebenarnya sesuai kondisi karakteristik          wilayahnya. Hal ini juga menjadi pemicu yang mengarah pada kegagalan program. 
5). Beberapa kendala yang dihadapi berkaitan dengan upaya melaksanakan pola pendekatan yang tanggap kebutuhan (demand responsive approach) antara lain:
 a)      Belum adanya kerangka hukum yang mengatur tentang penerapan pola pendekatan ini yang disepakati oleh semua stakeholder. 
 b)    Kendala pelaksanaan di lapangan yaitu adanya indikasi penolakan dari masing-masing stakeholder, baik langsung maupun tak langsung, untuk menerapkan pola pendekatan ini karena keterbatasan kemampuan, informasi, dana, dan kelemahan birokrasi, serta pertimbangan lainnya.
6).  Terbatasnya sumber pendanaan baik untuk investasi maupun kegiatan operasi dan pemeliharaan sarpras penyediaan air bersih. Sumber  terbesar berasal dari             pinjaman luar negeri dari lembaga donor. Keterbatasan dana yang ada dan             pinjaman yang besar membuat kondisi keuangan institusi pengelola penyediaan air bersih (PDAM) masih terperosok meskipun sudah mulai berorientasi pada sistem  full cost recovery. Peran keterlibatan swasta ataupun upaya pencarian alternatif sumber dana lain seperti pinjaman dari bank, obligasi dan sebagainya masih minim/belum dijajaki.
7).  Sekitar 60 % PDAM dalam kondisi kurang sehat, disebabkan oleh rendahnya kinerja manajemen, tarif air yang relatif rendah dibanding biaya operasi dan           pemeliharaan, dan kurangnya dukungan pemerintah kabupaten/kota sebagai           pemilik PDAM tersebut. Sejak krisis 1997, perkembangan investasi di bidang air bersih relatif kurang memadai dibandingkan dengan pertumbuhan penduduk perkotaan  yang 4 % per tahun. Perlu segera dilakukan upaya penyehatan PDAM agar pelayanan air bersih bisa berkembang sesuai dengan kebutuhan dan mencapai sasaran bersama pada 2015 untuk akses air bersih, yaitu 80% di perkotaan dan 40% di perdesaan.
Dari berbagai persoalan program penyediaan dan pengelolaan air bersih di NTB diatas dapat diketahui bahwa perlu adanya evolusi manajemen pada PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum) NTB terutama peran kepala PDAM NTB sehingga komponen dibawahnya dapat bekerja cepat dan tepat dalam penyediaan dan pengelolaan air bersih.
O.     Evolusi Manajemen Program Penyediaan Dan Pengelolaan Air Bersih Di NTB
Evolusi manajemen Peran Kepala PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum) NTB perlu diubah menjadi manajer yang efektif sehingga seluruh komponen di bawahnya dapat menjalankan program penyediaan dan pengelolaan air bersih di NTB. Evolusi manajer yang efektif dapat diaplikasikan bagi kepala PDAM NTB sesuai dengan teori Quinn, dkk. (2000) menawarkan sebuah kerangka tunggal tentang kompetensi peran dasar yang harus dikuasai oleh seorang manajer agar dia mampu menjadi manajer yang efektif. Quinn, dkk (2000)  menyatakan bahwa seorang manajer harus mempunyai delapan kompetensi peran dasar secara simultan dan menyeluruh guna merespon masalah manajemen dari berbagai dimensi. Secara ringkas delapan peran dasar yang ditawarkan Quinn dkk (2000) terdeskripsi pada Tabel 1 dibawah. Bila dicermati secara mendalam, kisi-kisi peran dasar tersebut terlihat bersaing (saling meniadakan) dan terkadang kontradiktif. Ambil saja contoh, antara peran broker (politisi) dan peran pemantau. Seorang yang ahli dalam peran pemantau biasanya lemah dalam peran broker, dan sebaliknya.
Quinn, dkk (2000) menyatakan agar seorang manajer menjadi efektif (ahli), maka setidaknya ada dua unsur, pertama adalah kemampuan untuk menguasai kedelapan peran sebagaimana di Tabel 1, paling tidak sampai pada taraf kompeten, kedua adalah kemampuan untuk mencampur dan menyeimbangkan kedelapan peran-peran bersaing tersebut secara tepat, baik tepat waktu maupun situasi. Dengan memainkan kedelapan peran bersaing tersebut secara tepat waktu dan situasi, maka pengamat dari luar akan melihat perilaku manajer sepertinya tidak logis, tidak konsisten, dan kontradiktif. Namun demikian, bila dilihat secara utuh, perilaku yang kontradiktif itu menyatu dalam keseluruhan yang bersifat dinamis dalam rangka menyesuaikan peran dan situasi, untuk mencapai tujuan yang konsisten.

BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan
Beberapa kesimpulan yang dapat ditarik dari kajian action plan dan analisa penyediaan air bersih adalah sebagai berikut:
1.    Dari analisa diperoleh bahwa kebutuhan air bersih lebih besar dari ketersediaan air yang ada untuk setiap kabupaten/kota di Nusa Tenggara Barat. Daerah yang perbedaan antara ketersediaan air yang ada dan kebutuhannya paling besar, yang berarti jumlah penduduk yang paling sedikit mendapatkan pelayanan air bersih yakni Kab.Lombok tengah sebesar 7,2%. Kemudian diikuti oleh Kab Bima/Kota Bima sebesar 7,6%, Kab. Lombok Timur sebesar 8,3%.
2.    Pendekatan yang dilakukan dalam pembangunan dan pengelolaan pensarana dan prasarana penyediaan air bersih masih bernuansa administratif. 
3.    Banyak investasi berupa hasil pembangunan sarana prasarana penyediaan air bersih yang tidak termanfaatkan ataupun berfungsi dengan baik karena tidak dikelola dan dipelihara sesuai standar (tidak berorientasi pada prinsip keberlanjutan atau sustainable system). Hal ini berlaku baik pada investasi penyediaan air bersih di perkotaan maupun perdesaan. 
4.    Pembangunan dan pengelolaan sarana prasarana penyediaan air bersih dilakukan masih berdasarkan penetapan kebutuhan dari pemerintah pusat (supply driven) yang bersifat general atau standar untuk tiap kota/daerah yang tidak mencitrakan kebutuhan masyarakat yang sebenarnya sesuai kondisi karakteristik wilayahnya. Hal ini juga menjadi pemicu yang mengarah pada kegagalan program. 
5.    Beberapa kendala yang dihadapi berkaitan dengan upaya melaksanakan pola pendekatan yang tanggap kebutuhan (demand responsive approach) antara lain:
•      Belum adanya kerangka hukum yang mengatur tentang penerapan pola pendekatan ini yang disepakati oleh semua stakeholder. 
•      Kendala pelaksanaan di lapangan yaitu adanya indikasi penolakan dari masing- masing stakeholder, baik langsung maupun tak langsung, untuk menerapkan pola pendekatan ini karena keterbatasan kemampuan, informasi, dana, dan kelemahan birokrasi, serta pertimbangan lainnya.
6.    Terbatasnya sumber pendanaan baik untuk investasi maupun kegiatan operasi dan pemeliharaan sarpras penyediaan air bersih. Sumber terbesar berasal dari pinjaman luar negeri dari lembaga donor. Keterbatasan dana yang ada dan pinjaman yang besar membuat kondisi keuangan institusi pengelola penyediaan air bersih (PDAM) masih terperosok meskipun sudah mulai berorientasi pada sistem full cost recovery. Peran keterlibatan swasta ataupun upaya pencarian alternatif sumber dana lain seperti pinjaman dari bank, obligasi dan sebagainya masih minim/belum dijajaki.
7.    Sekitar 60 % PDAM dalam kondisi kurang sehat, disebabkan oleh rendahnya kinerja manajemen, tarif air yang relatif rendah dibanding biaya operasi dan pemeliharaan, dan kurangnya dukungan pemerintah kabupaten/kota sebagai pemilik PDAM tersebut. Sejak krisis 1997, perkembangan investasi di bidang air bersih relatif kurang memadai dibandingkan dengan pertumbuhan penduduk perkotaan yang 4 % per tahun. Perlu segera dilakukan upaya penyehatan PDAM agar pelayanan air bersih bisa berkembang sesuai dengan kebutuhan dan mencapai sasaran bersama pada 2015 untuk akses air bersih, yaitu 80% di perkotaan dan 40% di perdesaan.

B.      Saran
Dari analisa dan rencana tindak diatas, diperlukan suatu pembuatan program yang lebih detail dan strategis guna pengembangan system penyediaan air bersih

1 komentar: