Haldien Arundyna

dan aku mulai bertanya dalam hati ku sendiri sudahkah dia tidak mencintai aku

Selasa, 14 Juni 2011

Kekurangan Gizi

BAB I
Pendahuluan
Latar belakang
Gizi buruk atau malnutrisi dapat diartikan sebagai asupan gizi yang buruk. Hal ini bisa diakibatkan oleh kurangnya asupan makanan, pemilihan jenis makanan yang tidak tepat ataupun karena sebab lain seperti adanya penyakit infeksi yang menyebabkan kurang terserapnya nutrisi dari makanan. Secara klinis gizi buruk ditandai dengan asupan protein, energi dan nutrisi mikro seperti vitamin yang tidak mencukupi ataupun berlebih sehingga menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan.
Salah satu cara untuk mempertahankan sistem imun atau kekebalan tubuh terhadap virus atau bakteri, harus berada dalam kondisi optimal adalah dengan asupan gizi yang baik dan seimbang. Gizi merupakan faktor penentu yang penting dari respon kekebalan tubuh yang umum di dunia. "Empat Sehat Lima Sempurna", Slogan ataupun semboyan tersebut mungkin sering kita dengar.
Tapi kenyataannya, di Indonesia saat ini, dan bahkan di Ibu Kota pun masih banyak anak-anak dan balita yang  kondisi tubuhnya saat ini sangat memprihatinkan karena kekurangan gizi (gizi buruk). Mengapa hal itu terjadi ? Gizi  makanan sangat penting untuk pertumbuhan, perkembangan dan pemeliharaan aktifitas tubuh manusia. Tanpa asupan gizi yang cukup, maka kemungkinan besar mudah terkena penyakit, misalnya penyakit yang menyerang pencernaan. Selain itu juga kurang pahamnya masyarakat, khususnya di daerah terpencil tentang pentingnya gizi  dan mungkin juga kurangnya penyuluhan dari pihak pemerintah mengenai pola hidup sehat dengan asupan gizi terhadap masyarakat daerah. Asupan gizi yang baik diantara karbohidrat, protein, lemak, dan sayuran berserat  adalah susu.
Untuk memenuhi kebutuhan asupan gizi tersebut, masyarakat membutuhkan biaya yang tidak sedikit meskipun  sangat disadari itu penting, tapi tidak semua masyarakat mampu untuk memenuhinya karena kondisi kemiskinan  ataupun lahan pekerjaan yang sulit mereka dapatkan,sehingga untuk kebutuhan sehari-hari pun mereka cukup  kesulitan apalagi kalau harus memenuhi standar gizi untuk keluarga mereka atau pun untuk balita. Karena banyak  balita yang menderita gizi buruk di beberapa tempat. Bahkan, dijumpai ada kasus kematian balita gara-gara  masalah gizi buruk kurang diperhatikan. Kondisi balita yang kekurangan gizi sungguh sangat disayangkan. Sebab,  pertumbuhan dan perkembangan serta kecerdasannya dipengaruhi oleh gizi. Kondisi gizi buruk tidak mesti  berkaitan dengan kemiskinan dan ketidaksediaan pangan, meski tidak bisa dipungkiri kemiskinan dan kemalasan  merupakan faktor yang sering menjadi penyebab gizi buruk pada anak.
Tapi bagaimanapun upaya pemerintah terus dilaksanakan meskipun membutuhkan waktu yang panjang, dukungan  dan kepedulian seluruh komponen masyarakat lainnya agar terjadinya perubahan perilaku masyarakat hidup sehat dan peduli gizi, untuk membangun generasi yang sehat,kuat dan cerdas. Latar belakang masalah giji buruk :
1.     Terjadi ledakan kasus gizi buruk di beberapa daerah (NTB, NTT, Lampung, Banten)
2.     Prevalensi gizi kurang dan gizi buruk tinggi dan selama beberapa tahun terakhir penurunannya sangat lambat
3.     Penyebab kejadian gizi buruk :
a.     Kemiskinan
b.     Karena pola asuh yang tidak baik
c.     Adanya penyakit kronis
4.     Kejadian gizi buruk tidak terjadi secara akut tetapi ditandai dengan kenaikan berat badan anak yang tidak cukup selama beberapa bulan sebelumnya yang bisa diukur dengan melakukan penimbangan secara bulanan
5.     Sebagian besar kasus gizi kurang dan gizi buruk dengan tatalaksana gizi buruk dapat dipulihkan di Puskesmas/RS
Tujuan
·         Umum :  menurunkan angka gizi buruk dari 8,5% menjadi 5%
·         Khusus :
1.     Meningkatkan cakupan deteksi dini gizi buruk melalui penimbangan bulanan balita di posyandu
2.     Meningkatkan cakupan dan kualitas tatalaksana kasus gizi buruk di puskesmas/RS dan rumah tangga
3.     Menyediakan Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan (PMT-P) kepada balita kurang gizi dari keluarga miskin
4.     Meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan ibu dalam memberikan asuhan gizi kepada anak (ASI/MP-ASI)
5.     Memberikan suplementasi gizi (kapsul Vit.A) kepada semua balita



Berita “Lima Balita Gizi Buruk Meninggal”


SUKABUMI,(GM)

Lima dari total sekitar 1.700 balita gizi buruk di Kab. Sukabumi belum lama ini dikabarkan meninggal dunia. Selain berat, umur, dan tingginya tidak seimbang, umumnya mereka juga menderita penyakit penyerta berupa TBC. Dari sekitar 1.700 penderita gizi buruk itu, 20% kondisinya masih sangat kritis.
"Memang benar belum lama ini lima balita penderita gizi buruk asal beberapa daerah di Kab. Sukabumi meninggal dunia dan sebagian besar menderita TBC," terang Kepala Seksi (Kasi) Gizi Dinas Kesehatan (Dinkes) Kab. Sukabumi, Dani Sujata ketika dihubungi "GM", Kamis (28/4).
Ia mengatakan, kendati kelima penderita gizi buruk itu mendapat pertolongan medis, namun karena penyakit penyertanya relatif akut, nyawa mereka tidak bisa tertolong. "Sebetulnya antisipasi kematian penderita gizi buruk sudah dilakukan sejak dini, di antaranya dengan pemberian bantuan berupa makanan tambahan. Namun hasilnya belum optimal," tuturnya.
Ketika disinggung faktor penyebab gizi buruk, ia mengatakan, masih rendahnya kesadaran masyarakat dalam memberikan asupan makanan bergizi seimbang. "Para orangtua masih banyak yang belum memahami asupan makanan yang bergizi seimbang," katanya.
Karena itu guna mencegah bertambahnya penderita gizi buruk yang meninggal, pihaknya terus melakukan sosialisasi kepada masyarakat. "Guna meningkatkan pengetahuan masyarakat dalam hal asupan makanan yang memenuhi gizi seimbang, kini sosialisasi dilakukan," ujarnya.
Menurutnya, usaha mencegah kematian anak penderita gizi buruk bukan hanya tugas pemerintah, melainkan tugas semua pihak. Termasuk orangtua sehingga mereka diharapkan lebih proaktif melakukan pencegahan. "Oleh karena itu, semua pihak harus memiliki komitmen yang sama untuk terus mencegah kematian anak akibat gizi buruk," tukasnya.
Dikatakan, semua unsur yang terlibat dalam penanganan anak kekurangan gizi, baik kader posyandu, bidan desa, kepala puskesmas maupun pihak terkait lainnya diimbau untuk proaktif menangani gizi buruk di lingkungan rumah tinggalnya masing-masing. "Jadi bila ditemukan ada kasus gejala gizi buruk, bisa sesegera mungkin melaporkan kepada pihak-pihak terkait," pungkasnya.



BAB II
Pembahasan
Perbedaan gizi buruk dan kelaparan

 Gizi buruk berbeda dengan kelaparan. Orang yang menderita kelaparan biasanya karena tidak mendapatcukup makanan dan kelaparan yang diderita dalam jangka panjang dapat menuju ke arah gizi buruk. Walaupun demikian, orang yang banyak makan tanpa disadari juga bisa menderita gizi buruk apabila mereka tidak makan makanan yang mengandung nutrisi, vitamin dan mineral secara mencukupi. Jadi gizi buruk sebenarnya dapat dialami oleh siapa saja, tanpa mengenal struktur sosial dan faktor ekonomi

Orang yang menderita gizi buruk akan kekurangan nutrisi yang dibutuhkan oleh tubuh untuk tumbuh atau untuk menjaga kesehatannya. Seseorang dapat terkena gizi buruk dalam jangka panjang ataupun pendek dengan kondisi yang ringan ataupun berat. Gizi buruk dapat mempengaruhi kesehatan fisik dan mental. Orang yang menderita gizi buruk akan mudah untuk terkena penyakit atau bahkan meninggal dunia akibat efek sampingnya. Anak-anak yang menderita gizi buruk juga akan terganggu pertumbuhannya, biasanya mereka tidak tumbuh seperti seharusnya (kerdil) dengan berat badan di bawah normal.

Penyebab Gizi Buruk
Orang akan menderita gizi buruk jika tidak mampu untuk mendapat manfaat dari makanan yang mereka konsumsi, contohnya pada penderita diare, nutrisi berlebih, ataupun karena pola makan yang tidak seimbang sehingga tidak mendapat cukup kalori dan protein untuk pertumbuhan tubuh.

Beberapa orang dapat menderita gizi buruk karena mengalami penyakit atau kondisi tertentu yang menyebabkan tubuh tidak mampu untuk mencerna ataupun menyerap makanan secara sempurna. Contohnya pada penderita penyakit seliak yang mengalami gangguan pada saluran pencernaan yang dipicu oleh sejenis protein yang banyak terdapat pada tepung yaitu gluten. Penyakit seliak ini mempengaruhi kemampuan tubuh untuk menyerap nutrisi sehingga terjadi defisiensi.

Kemudian ada juga penyakit cystic fibrosis yang mempengaruhi pankreas, yang fungsinya adalah untuk memproduksi enzim yang dibutuhkan untuk mencerna makanan. Demikian juga penderita intoleransi laktosa yang susah untuk mencerna susu dan produk olahannya.

Berikut adalah beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya gizi buruk :
  • Pola makan yang tidak seimbang kandungan nutrisinya
  • Terdapat masalah pada sistem pencernaan
  • Adanya kondisi medis tertentu
Seperti telah disebutkan sebelumnya, gizi buruk dapat terjadi apabila tubuh tidak mendapatkan cukup makanan dan nutrisi, seperti pada kasus kelaparan. Defisiensi 1 jenis vitamin pun dapat di kategorikan sebagai gizi buruk. Pada beberapa kasus gizi buruk dapat menunjukkan gejala yang sangat ringan atau bahkan tanpa gejala. Tetapi pada kasus lain yang berat gizi buruk dapat mengakibatkan kerusakan organ tubuh yang tetap walaupun telah diselamatkan.

Saat ini gizi buruk tetap menjadi masalah yang cukup signifikan di seluruh dunia, terutama pada anak-anak. Kemiskinan, bencana alam, masalah politik dan peperangan dapat menyebabkan terjadinya gizi buruk dan kelaparan, bahkan di belahan dunia manapun.

Tanda dan Gejala Gizi Buruk
Gizi buruk dapat mempengaruhi kesehatan tubuh baik fisik dan mental. Semakin berat kondisi gizi buruk yang diderita (semakin banyak nutrisi yang kurang) akan memperbesar resiko terjadinya masalah kesehatan secara fisik.

Pada gizi buruk yang berat dapat terjadi kasus seperti marasmus (lemah otot) akibat defisiensi protein dan energi, kretinisme dan kerusakan otak akibat defisiensi yodium, kebutaan dan resiko terkena penyakit infeksi yang meningkat akibat defisensi vitamin A, sulit untuk berkonsentrasi akibat defisiensi zat besi.
Tanda dan gejala dari gizi buruk tergantung dari jenis nutrisi yang mengalami defisiensi. Walaupun demikian, gejala umum dari gizi buruk adalah :
  • Kelelahan dan kekurangan energi
  • Pusing
  • Sistem kekebalan tubuh yang rendah (yang mengakibatkan tubuh kesulitan untuk melawan infeksi)
  • Kulit yang kering dan bersisik
  • Gusi bengkak dan berdarah
  • Gigi yang membusuk
  • Sulit untuk berkonsentrasi dan mempunyai reaksi yang lambat
  • Berat badan kurang
  • Pertumbuhan yang lambat
  • Kelemahan pada otot
  • Perut kembung
  • Tulang yang mudah patah
  • Terdapat masalah pada fungsi organ tubuh
  •  
    tnda dan gejala gizi buruk
Ketika seorang wanita hamil mengalami gizi buruk, maka kemungkinan anaknya akan lahir dengan berat badan rendah dan beresiko untuk tidak selamat. Anak-anak yang mengalami gizi buruk juga sering mengalami kesulitan untuk mengikuti pelajaran di sekolah.


Penanganan Gizi Buruk
Untuk diagnosa terjadinya gizi buruk, dokter biasanya akan melakukan pemeriksaan :
  • Memeriksa tinggi dan berat badan pasien untuk menentukan BMI (body mass index)
  • Melakukan pemeriksaan darah untuk melihat ketidak normalan
  • Melakukan pemeriksaan X-Ray untuk memeriksa apakah ada kelainan pada tulang dan organ tubuh lain
  • Memeriksa penyakit atau kondisi lain yang dapat menyebabkan terjadinya gizi buruk
Untuk penanganan gizi buruk. Dokter atau ahli gizi biasanya akan mengusulkan untuk pengaturan pola makan, termasuk jenis dan jumlah makanan. Bila diperlukan dapat juga diberikan suplemen atau vitamin untuk membantu memenuhi kebutuhan vitamin yang kurang tersebut. Apabila penyebab gizi buruk karena penyakit atau kondisi medis tertentu maka, terapi lain disarankan untuk menanganinya.

Gizi Buruk, Problematika Negara Berkembang
Akhir-akhir ini khususnya di Indonesia sering diberitakan kasus anak dengan gizi buruk. Hal ini menjadi lebih serius dengan adanya kematian yang disebabkan oleh keadaan tersebut. Gizi buruk merupakan suatu masalah kesehatan yang serius bagi kita semua karena yang biasa mengalaminya adalah usia anak-anak serta negara yang sedang berkembang.
Beberapa hal dapat menyebabkan terjadinya gizi buruk ini secara langsung maupun tidak langsung, antara lain jenis dan kebiasaan makan, fluktuasi iklim, serta keadaan lingkungan seperti sanitasi yang buruk, pemukiman padat, dan infeksi yang berulang. Dilihat dari faltor-faktor di atas disebutkan bahwa negara berkembang seperti Indonesia cenderung mempunyai kemungkinan lebih besar mengalami banayak kasus gizi buruk. (Markum, 1991)
Perlu diketahui juga bahwa pada kasus gizi buruk terdapat penyakit penyerta yang dapat memperburuk keadaaan tersebut seperti enteritis, tuberkulosis, infestasi cacing serta masih banyak lagi. Sehingga anak pada keadaan ini perlu diberikan penatalaksanaa gizi buruk sesegera mungkin agar dapat mencegah terjadinya penyakit-penyakit tersebut serta mengembalikan status gizi penderita.

1.    Definisi serta klasifikasi KEP
Kekurangan energi-protein (KEP) merupakan bentuk gizi buruk yang banyak terjadi. KEP adalah keadaan  kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari sehingga tidak memenuhi Angka Kecukupan Gizi (AKG) (Depkes, 1998). KEP dapat diklasifikasikan berdasarkan zat gizi  yang kekurangannya lebih mencolok, serta dari manifestasi klinisnya, yaitu:
1.1  Marasmus
Yaitu suatu bentuk kekurangan gizi dimana terjadi kekurangan karbohidrat dan protein. Pada marasmus, kekurangan karbohidrat lebih mencolok dibandingkan protein. Gejala yang dapat ditemukan pada penderita marasmus adalah:
·         Tampak sangat kurus, tinggal tulang terbungkus kulit
·         Wajah seperti orang tua
·         Kulit keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada (baggy pant/pakai celana longgar)               
·         Perut cekung, Iga gambang
·         Sering disertai penyakit infeksi (umumnya kronis berulang) dan  diare kronik atau konstipasi/susah buang air
1.2  Kwashiorkor
Merupakan bentuk KEP yang lebih menonjol pada kekurangan protein. Pada kwashiorkor, protein yang kurang membuat fungsi-fungsi fisiologi, yang terdapat peran dari protein, terganggu. Seperti metabolisme, pertumbuhan, sistem imun, dan lain-lain. Hal ini disebabkan karena protein merupakan bahan utama dalam pembentukan enzim, hormon, serta fungsinya sebagai zat pembangun. Gejala yang dapat ditemukan pada kwashiorkor adalah:
·         Edema, umumnya seluruh tubuh, terutama pada punggung kaki (dorsum pedis)
·         Wajah membulat dan sembab, Pandangan mata sayu
·         Rambut tipis, kemerahan seperti warna rambut jagung, mudah dicabut tanpa rasa sakit, rontok
·         Perubahan status mental, apatis, dan rewel, hepatomegali.
·         Otot mengecil (hipotrofi), lebih nyata bila diperiksa pada posisi berdiri atau duduk
·         Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah warna menjadi coklat kehitaman dan terkelupas (crazy pavement dermatosis)
1.3  Marasmik-Kwashiorkor
Gambaran klinik merupakan campuran dari beberapa gejala klinik Kwashiorkor dan Marasmus, dengan BB/U <60% baku median WHO-NCHS disertai edema yang tidak mencolok.

2.    Etiologi Marasmus dan kwashiorkor
     2.1 Marasmus
               Marasmus sering terjadi di negara berkembang. Penyebabnya sendiri juga tidak hanya dsatu sampai dua saja melainkan multifaktor dan kompleks. Hal-hal seperti asupan kalori pada pemberian makanan yang kurang, penyakit metabolik, kelainan kongenital, serta infeksi kronik dapat menimbulkan keadaan marasmus pada anak.

    2.2 Kwashiorkor
           Kebutuhan protein bagi anak dalam masa perkembangan lebih banyak daripada usia dewasa sehingga perlu diperhatikan pemberian makanan pada usia ini. Gangguan keseimbangan kebutuhan protein terhadap intake protein dari makanan dapat menyebabkan defisiensi protein yang akan menimbulkan gejala-gejala klinis kwashiorkor. . Selain disebabkan oleh malabsorbsi protein, defisiensi ini bisa juga disebabkan karena sindrom nefrotik, infeksi menahun, luka bakar, serta penyakit hati.

3.    Patofisiologi Marasmus dan Kwashiorkor
      3.1 Patofisiologi Marasmus
Dalam keadaan kekurangan makanan, tubuh selalu berusaha untuk mempertahankan hidup          dengan memenuhi kebutuhan pokok atau energi. Kemampuan tubuh untuk mempergunakan karbohidrat, protein dan lemak merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan kehidupan.
          Karbohidrat (glukosa) dapat dipakai oleh seluruh jaringan tubuh sebagai bahan bakar, sayangnya kemampuan tubuh untuk menyimpan karbohidrat sangat sedikit, sehingga setelah 25 jam sudah dapat terjadi kekurangan. Akibatnya katabolisme protein terjadi setelah beberapa jam dengan menghasilkan asam amino yang segera diubah jadi karbohidrat di hepar dan di ginjal. Selama puasa jaringan lemak dipecah jadi asam lemak, gliserol dan keton bodies. Sehingga mengakibatkan lemak subkutan dibongkar untuk memenuhi kalori, jika masih kurang, maka beberapa protein tubuh juga akan dikatabolisme untuk memenuhi kebutuhan kalori tubuh.
          Otot dapat mempergunakan asam lemak dan keton bodies sebagai sumber energi kalau kekurangan makanan ini berjalan menahun. Tubuh akan mempertahankan diri jangan sampai memecah protein lagi setelah kira-kira kehilangan separuh dari tubuh.

3.2       Patofisiologi Kwashiorkor
            Pada defisiensi murni seperti pada kwashiorkor tidak terjadi katabolisme jaringan yang berlebih sebab jumlah energi dapat dipenuhi oleh kalori dalam makanannya. Kelainan yang mencolok adalah munculnya edema serta perlemakan hati. Berkurangnya jumlah protein dalam makanan akan berakibat pada berkurangnya asam amino dalam serum sehingga menyebabkan berkurangnya labumin yang diproduksi oleh hati. Kekurangan jumlah albumin ini akan berakibat pada munculnya edema. Selain itu akan terjadi gangguan pembentukan beta-lipoprotein, sehingga transport lemak dari hati ke depot terganggu, yang mengakibatkan trjadinya penimbunan lemak dalam hati atau biasa disebut perlemakan hati.

4.    Penatalaksanaan
Seperti yang telah diketahui bahwa keadaan gizi buruk dapat berakibat cukup fatal jika tidak segera diberikan tatalaksana yang baik. Prinsip pentalaksanaan kasus gizi buruk adalah : (1) Pemberian asupan makanan berprotein tinggi, kalori tinggi, cukup cairan, vitamin dan mineral, (2) Makanan harus diberikan dalam bentuk yang mudah dicerna dan diserap, (3) Makanan diberikan secara bertahap, (4) Penatalaksanaan terhadap penyakit penyerta, (5) Pemantauan kesehatan penderita secara berkala serta penyuluhan kesehatan terhadap keluarga.
          Akan tetapi dalam prakteknya penanganan gizi buruk berat pada tahap awal ialah mengatasi kelainan akut seperti diare, bronkopneumonia serta penyakit infeksi lainnya. Dalam kedaan dehidrasi atau asidosispedoman pemberian cairan adalah sebagai berikut : (1) Jumlah cairan adalah 20ml/kg BB/hariuntuk kwashiorkor atau marasmik-kwashiorkor dan 250ml/kg BB/hari untuk marasmus. (2) Cairan yang dipilih adalah Darrow Glukosa aa dengan kadar glukosa dinaikan 10% bila terdapat hipoglikemia. (3) Cara pemberiannya ialah sebanyak 60ml/kg BB diberikan dalam 4-8 jam pertama, kemudian sisanya diberikan dalam 16-20 jam selanjutnya.
          Selain itu juga diberikan asupan-asupan makanan Tinggi Energi Tinggi Protein, vitamin dan mineral yang diberikan khusunya vitamin A, B kompleks, vit.C, asam folat, mineral kalium, magnesium dan zat besi.






Laporan Kasus Gizi Buruk 2010 : Menurun

 
Trend Kasus 2005-1010
Jakarta, 7/3 – gizinet. Pemerintah boleh sedikit lega, karena ada kecenderungan jumlah kasus balita gizi buruk menurun. Hasil pemantauan Direktorat Bina Gizi, Kementerian Kesehatan, menunjukkan pada tahun 2010 tercatat 43616 anak balita gizi buruk yang ditemukan dan telah dirawat. Angka ini lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya sejumlah 56941 anak.
6 Provinsi Tertinggi tahun 2010
Akan tetapi, terdapat tiga provinsi yaitu Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Nusa Tenggara Timur yang secara berturut-turut dari 2005-2010 selalu hadir. Pada bulan Juli 2010, Tim GIZINET telah manyajikan informasi bahwa Provinsi NTT pada tahun 2005, 2007 dan 2008, menduduki posisi teratas sedangkan tahun 2006 dan 2009 masing-masing ditempati Jawa Tengah dan Jawa Timur. Tahun 2010, Jawa Timur menyumbang angka terbesar yaitu lebih dari 14000 kasus, sedangkan Jateng dan NTT menurun menjadi 3791 dan Jawa Tengah menjadi 4991 kasus. Ketiga provinsi tersebut selama 6 tahun berturut-turut (2005-2010) masuk ke dalam kategori 10 provinsi dengan kasus tertinggi.

Menurut Wilayah Pulau
Apabila dikelompokkan menurut wilayah pulau, nampak bahwa wilayah Jawa-Bali merupakan kontributor terbesar terhadap angka nasional (64,6%) sedangkan wilayah Maluku-Papua-Nusatenggara hanya berkontribusi sebsar 23,0%. Paling rendah adalah wilayah Kalimantan, sebesar 1,8%. Hal ini mungkin terkait dengan jumlah penduduk, khususnya anak balita, yang memang terkonsentrasi di Pulau Jawa dan Bali.
Penurunan kasus gizi buruk secara nasional, kemungkinan karena intensitas kegiatan intervensi, khususnya pada anak balita, yang dilaksanakan oleh para petugas gizi dan kesehatan di lapangan. Intervensi yang dilakukan berupa intervensi langsung seperti Pemberian Makanan Tambahan, Pemberian Makanan Pendamping ASI, maupun intervensi tak langsung seperti penyuluhan dan konseling gizi kepada kelompok masyarakat di daerah.
Tahun 2011 Pemerintah Pusat melalui Kementerian Kesehatan telah mengalokasikan sejumlah dana untuk pengadaan Makanan Pendamping ASI yang diberikan kepada anak balita di seluruh Indonesia. Selain itu juga mulai tahun ini digalakkan surveilans gizi di seluruh kabupaten kota, dan pemantauan pertumbuhan di seluruh posyandu. Upaya lain yang khusus bagi anak balita adalah pemberian serbuk Taburia, sebagai suplementasi multigizimikro yang akan meningkatkan intake makanan pada anak.
Kita berharap, upaya-upaya tersebut dapat berdampak meningkatnya status gizi baik pada anak balita di masa yang akan datang. Dan, dengan pelaksanaan surveilans gizi yang lebih intensif, diharapkan akan menurunkan jumlah kasus gizi buruk karena akan terjaring saat masih status gizi kurang. Sudah tentu, Pemerintah akan menempatkan wilayah-wilayah tertentu yang bermasalah, sebagai prioritas utama upaya penanggulangan gizi buruk. Grafik-grafik dalam tulisan ini adalah gambaran perkembangan jumlah kasus gizi burukdi Indonesia

Upaya Perawat pada Masalah Gizi Buruk
Strategi
1.     Revitalisasi posyandu untuk mendukung pemantauan pertumbuhan
2.     Melibatkan peran aktif tokoh masyarakat, tokoh agama, pemuka adat dan kelompok potensial lainnya.
3.     Meningkatkan cakupan dan kualitas melalui peningkatan keterampilan tatalaksana gizi buruk
4.     Menyediakan sarana pendukung (sarana dan prasarana)
5.     Menyediakan dan melakukan KIE
6.     Meningkatkan kewaspadaan dini KLB gizi buruk


Kegiatan
1.     Deteksi dini gizi buruk melalui bulan penimbangan balita di posyandu
§  Melengkapi kebutuhan sarana di posyandu (dacin, KMS/Buku KIA, RR)
§  Orientasi kader
§  Menyediakan biaya operasional
§  Menyediakan materi KIE
§  Menyediakan suplementasi kapsul Vit. A
2.     Tatalaksana kasus gizi buruk
§  Menyediakan biaya rujukan khusus untuk gizi buruk gakin baik di puskesmas/RS (biaya perawatan dibebankan pada PKPS BBM)
§  Kunjungan rumah tindak lanjut setelah perawatan di puskesmas/RS
§  Menyediakan paket PMT (modisko, MP-ASI) bagi pasien paska perawatan
§  Meningkatkan ketrampilan petugas puskesmas/RS dalam tatalaksana gizi buruk
3.     Pencegahan gizi buruk
§  Pemberian makanan tambahan pemulihan (MP-ASI) kepada balita gakin yang berat badannya tidak naik atau gizi kurang
§  Penyelenggaraan PMT penyuluhan setiap bulan di posyandu
§  Konseling kepada ibu-ibu yang anaknya mempunyai gangguan pertumbuhan
4.     Surveilen gizi buruk
§  Pelaksanaan pemantauan wilayah setempat gizi (PWS-Gizi)
§  Pelaksanaan sistem kewaspadaan dini kejadian luar biasa gizi buruk
§  Pemantauan status gizi (PSG)
5.     Advokasi, sosialisasi dan kampanye penanggulangan gizi buruk
§  Advokasi kepada pengambil keputusan (DPR, DPRD, pemda, LSM, dunia usaha dan masyarakat)
§  Kampanye penanggulangan gizi buruk melalui media efektif
6.     Manajemen program:
§   Pelatihan petugas
§   Bimbingan teknis


Peran Posyandu

Lalu, bagaimana peran posyandu sesungguhnya? Jika kita tanyakan kepada masyarakat tentang siapa yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan posyandu, maka jawaban yang akan kita peroleh adalah Tenaga Kesehatan. 
 Sejak awal, posyandu berperan sebagai pos terdepan perpanjangan tangan Depkes dalam pemberikan pelayanan kesehatan. Posyandu tidak membutuhkan fasilitas dan biaya yang besar, bahkan dapat dilakukan di rumah penduduk maupun tempat-tempat pertemuan desa. Ini merupakan suatu modal dasar yang sangat baik, yang sebaiknya disosialisasikan  kepada khalayak dan digunakan untuk mengubah persepsi bahwa posyandu itu bukan milik kesehatan melainkan milik masyarakat.   Kader adalah anggota masyarakat yang diberi ketrampilan untuk menjalankan posyandu. Untuk mencapai hasil yang optimal, pengetahuan kader  selalu harus diperbaharui dengan melakukan penyegaran (refreshing), agar tercipta rasa percaya diri dalam memberikan pelayanan. Dalam hal ini peran masyarakat sangat penting, dengan melibatkan  organisasi yang ada termasuk Karang Taruna, LKMD, dan PKK, dengan pertimbangan mempunyai  jaringan luas, untuk keberhasilan posyandu.       Penelitian yang dilakukan oleh Pusat Studi Gizi Pangan dan Kesehatan Universitas Hasanuddin, Makassar, yang berkaitan dengan posyandu menemukan kegiatan posyandu umumnya hanya  dilakukan oleh 2-3 orang kader.  Kader tersebut pada umumnya adalah ibu rumah tangga dan tidak bekerja. Tentu saja, pada situasi ekonomi seperti saat ini,
angan-angan agar mereka datang secara sukarela sangat sulit untuk dipertahankan. Dengan status  otonomi daerah, sudah saatnya pemda setempat mulai memberikan perhatian pada bidang kesehatan
dengan menyediakan anggaran khusus agar posyandu dapat berjalan baik. 
Data lain berkaitan dengan posyandu pada penelitian tersebut adalah :
·         Penyuluhan yang diberikan sekitar 22%, 
·         Balita yang mempunyai Kartu Menuju Sehat (KMS) 56%,
·         Ibu balita yang mengerti pembacaan KMS 13%.  

Hasil studi tersebut juga menunjukkan sebuah ironi, yaitu masyarakat datang ke posyandu bila ada PMT, sesudah itu menganggap tidak perlu datang  menimbang balitanya untuk melihat pertumbuhannya. Sementara itu, kebanyakan para pemegang kebijakan selalu mengatakan anak yang baik pertumbuhannya adalah anak yang naik berat  badannya. Nah, bagaimana bisa diketahui kenaikan berat badan anak bila mereka tidak datang ke posyandu, apalagi tidak mengerti arti KMS?

Siapa yang Bertanggungjawab? 
Penanganan balita gizi buruk di rumah sakit bukan merupakan satu-satunya jalan keluar dalam mencegah dan menangani kejadian gizi buruk ini. Apakah ada jaminan anak yang sudah keluar dari perawatan rumah sakit, tidak akan jatuh ke kondisi gizi buruk lagi? Tentu saja tidak ada jaminan, kecuali ketersediaan pangan di rumah tangga cukup, dan pengetahuan orang tua tentang masalah gizi memadai. Untuk adanya jaminan tersebut sudah jelas ada sektor non-kesehatan yang bertanggungjawab.
Sekarang sudah saatnya masalah gizi anak balita ini ditangani dengan lebih terintegrasi, melibatkan unsur masyarakat dan organisasi setempat, dengan meningkatkan kesadaran pentingnya penimbangan bulanan untuk mendeteksi kemungkinan adanya gangguan pertumbuhan yang akan menjadi tanda awal terjadinya masalah gizi. Bila hal ini dapat dilasanakan dengan baik, maka gangguan pertumbuhan dapat diatasi lebih dini dan masalah gizi buruk tidak akan muncul. Harus disadari bahwa anak balita merupakan calon generasi penerus bangsa, yang akan menjadi pemimpin-pemimpin bangsa di masa depan.
Bila kita kaji dari hasil temuan kasus lalu dikaitkan dengan sebab-akibat timbulnya masalah gizi buruk, kejadian masalah gizi buruk bukan semata-mata tanggung jawab Departemen Kesehatan atau Dinas Kesehatan di daerah.  Masalah ini jelas disebabkan oleh berbagai faktor yang pada akhirnya mengerucut sehingga si anak tidak mendapat asupan gizi yang cukup selama kurun waktu yang lama. Mungkin karena ketiadaan pangan di rumah tangga, yang apabila dikaji penyebabnya akan sangat banyak dan tidak berkaitan dengan sektor kesehatan. Atau mungkin karena kelalaian orangtua dalam
pengasuhan bayi dan anak balita, sehingga asupan gizi untuk anak tidak terawasi dengan baik, sehingga timbul masalah gizi buruk.   Oleh karenanya, penanggulangan masalah gizi pada umumnya dan masalah gizi buruk khususnya, merupakan tanggung jawab bersama yang melibatkan banyak sektor yang terkait dengan segi pelayanan kesehatan, pendidikan, ekonomi, sosial, budaya, maupun pertanian yang menyangkut ketersediaan pangan di tingkat rumah tangga. Sudah tentu pemerintah (Pusat maupun Daerah) bertanggung jawab secara keseluruhan dalam upaya menyiapkan seluruh sumberdaya yang ada, baik berupa sumberdaya alam, manusia, maupun biaya yang dapat menanggulangi masalah tersebut lebih dini. Pengerahan sumberdaya sektor kesehatan saja, hanya akan menjadikan upaya penanggulangan masalah seperti pemadam kebakaran, bukan mempersiapkan agar tidak terjadi kebakaran.



BAB III
Kesimpulan

gizi buruk yang paling sering ditemui pada balita terutama di daerah perkotaan. Penyebabnya merupakan multifaktorial antara lain masukan makanan yang kurang, faktor penyakit dan faktor lingkungan. Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinis dan untuk menentukan penyebab perlu anamnesis makanan dan penyakit yang lalu.
Pencegahan terhadap gizi buruk  ditujukan pada penyebab dan memerlukan pelayanan kesehatan dan penyuluhan yang baik. Pengobatan marasmus ialah pemberian diet, tinggi kalori dan tinggi protein, dan penatalaksanaan di rumah sakit dibagi atas tahap awal, tahap penyesuaian, dan rehabilitasi.
Kian banyaknya temuan kasus gizi buruk, baik kwashiorkor, maramus maupun marasmus kwashiorkor menunjukkan bahwa persoalan gizi di Indonesia belum dapat menorehkan tinta emas. Revitalisasi posyandu dan sosialisasi akan kesadaran gizi masyarakat tampaknya perlu terus digaungkan agar penapisan terhadap status gizi dapat berlangsung lebih dini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar