Haldien Arundyna

dan aku mulai bertanya dalam hati ku sendiri sudahkah dia tidak mencintai aku

Selasa, 14 Juni 2011

sirosis hepatitis


BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang
Di negara maju, sirosis hati merupakan penyebab kematian terbesar ketiga pada  pasien yang berusia 45 – 46 tahun (setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker).  
Diseluruh dunia sirosis menempati urutan ke tujuh penyebab kematian. Sekitar 25.000 orang meninggal setiap tahun akibat penyakit ini. Sirosis hati merupakan  penyakit hati yang sering ditemukan dalam ruang perawatan Bagian Penyakit Dalam.
Perawatan di Rumah Sakit sebagian besar kasus terutama ditujukan untuk  mengatasi berbagai penyakit yang ditimbulkan seperti perdarahan saluran cerna  bagian atas, koma peptikum, hepatorenal sindrom, dan asites, Spontaneous bacterial peritonitis serta Hepatosellular carsinoma.
Gejala klinis dari sirosis hati sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala sampai dengan gejala yang sangat jelas. Apabila diperhatikan, laporan di negara maju, maka kasus Sirosis hati yang datang berobat ke dokter hanya kira-kira 30% dari seluruh populasi penyakit in, dan lebih kurang 30% lainnya ditemukan secara kebetulan ketika berobat untuk penyakit lain, sisanya ditemukan saat otopsi.
B.     Tujuan
·         Mahasiswa mengetahui definisi dari ruang lingkup serosis hepatitis
·         Mahasiswa mampu memaparkan patofisiologi dari serosis hepatitis
·         Mahasiswa memahami gejala klinis dan mengetahui pemeriksaan penunjang lainnya khusnya mengenai serosis hepatitis
·         Mahasiswa dapat mnentukan asuhan keperawatan pada serosis hepatitis




BAB II
PEMBAHASAN

1.     Definisi
Sirosis hepatis adalah penyakit yang ditandai oleh adanya peradangan difus dan kronik pada hati, diikuti proliferasi jaringan ikat, degenerasi dan regenerasi, sehingga timbul kerusakan dalam susunan parenkim hati.



2.      Insidens
Penderita sirosis hati lebih banyak dijumpai pada kaum laki-laki jika dibandingkan
dengan kaum wanita sekita 1,6 : 1 dengan umur rata-rata terbanyak antara golongan umur 30 – 59 tahun dengan puncaknya sekitar 40 – 49 tahun.

3.      Etiologi & Klasifikasi
Sirosis hepatis diklasifikasikan berdasarkan atas :
·         Etiologi
·         Morfologi
·         Fungsional
A.      Klasifikasi Etiologi
1. Etiologi yang diketahui penyebabnya
a) Hepatitis virus B & C
b) Alkohol
c) Metabolik
d) Kolestasis kronik/sirosis siliar sekunder intra dan ekstrahepatik
e) Obstruksi aliran vena hepatic
1) Penyakit vena oklusif
2) Sindrom budd chiari
3) Perikarditis konstriktiva
4) Payah jantung kanan
f) Gangguan imunologis
g) Hepatitis lupoid, hepatitis kronik aktif
h) Toksik & obat
INH, metildopa
i) Operasi pintas usus halus pada obesitas
j) Malnutrisi, infeksi seperti malaria.
2.    Etiologi tanpa diketahui penyebabnya.
Sirosis yang tidak diketahui penyebabnya dinamakan sirosis kriptogenik/heterogenous.

B.      Klasifikasi Morfologi
Secara makroskopik sirosis dibagi atas:
1. Sirosis mikronodular: ditandai dengan terbentuknya septa tebal teratur, di dalam septa parenkim hati mengandung nodul halus dan kecil merata tersebut seluruh lobul. Sirosis mikronodular besar nodulnya sampai 3 mm, sedangkan sirosis makronodular ada yang berubah menjadi makronodular sehingga dijumpai campuran mikro dan makronodular.
2. Sirosis makronodular: ditandai dengan terbentuknya septa dengan ketebalan bervariasi, mengandung nodul yang besarnya juga bervariasi ada nodul besar didalamnya ada daerah luas dengan parenkim yang masih baik atau terjadi regenerasi parenkim.
3. Sirosis campuran: umumnya sirosis hati adalah jenis campuran ini.
C.       Klasifikasi Fungsional
Secara fungsi, sirosis hati dibagi atas :
kompensasi baik (laten,sirosis dini)
dekompensasi (aktif, disertai kegagalan hati dan hipertensi portal)
1.       Kegagalan hati/hepatoselular : dapat timbul keluhan subjektif berupa lemah, berat badan menurun, gembung, mual, dll
·         Spider nevi/angiomata pada kulit tubuh bagian atas, muka dan lengan atas.
·         Eritema Palmaris
·         Asites
·         Pertumbuhan rambut berkurang
·         Atrofi testis dan ginekomastia pada pria
·         Sebagai tambahan dapat timbul :
Ikterus/jaundice, subfebris, sirkulasi hiperkenetik, danfoetor hepatik.
Ensefalopati hepatik, bicara gagok/slurred speech, flapping tremor akibat amonia dan produksi nitrogen (akibat hpertensi portal dan kegagalan hati)
Hipoalbuminemia, edema pretibial, gangguan koagulasi darah/defisiensi protrombin.
2. Hipertensi portal : bisa terjadi pertama akibat meningkatnya reistensi portal dan splanknik karena mengurangnya sirkulasi akibat fibrosis, dan kedua akibat meningkatnya aliran portal karena transmisi dari tekanan arteri hepatikke sistem portal akibat distorsi arsitektur hati.Bisa disebabkan satu faktor saja, misalnya peningkatan resistensi atau aliran corta atau keduanya. Biasa yang dominan adalah peningkatan resistensi. Lokasi peningkatan resistensi bisa :
Prehepatik, biasa kongenital, trombosis vena porta waktu lahir. Tekanan splanknik meningkat tetapi tekanan portal intra hepatik normal. Peningkatan tekanan prehepatik bisa juga diakibatkan meningkatnya aliran splanknik karena fistula atriovenosa atau mielofibrosis limfa.

4.     Intrahepatik
a)      Presinusoidal
b)     Sinusoinal(sirosis hati)
c)      Post-sinusoidal (veno oklusif).biasa terdapat lokasi obstruksi campuran.
d)     Posthepatik karena perikarditis konstriktiva, insufisiensi trikuspidal.
Gambaran klinis, pengobatan dan prognosis pasien sirosis hati tergantung pada 2 komplikasi, yakni kegagalan hati, dan hipertensi portal. Aktivitas sirosis hati dapat dinilai dari aspek klinis, biokimia darah, histologi jaringan dan dibagi atas progresif, regresif, dan status quo (stasioner).

5.     Patognesis
Adanya faktor etilogi menyebabkan peradangan dan kerusakan inekrosis meliputi daerah yang luas (hapatoseluler) ,terjadi kolaps lobulus hati dan ini memacu timbulnya jaringan parut disertai terbentuknya septa fibrosa difus dan modul sel hati .septa bisa dibentuk dari sel retikulum penyangga kolaps dan berubah menjadi parut . jaringan parut ini dapats menghubungkan daerah portal yang satu dengan yang lain atau portal dengan sentral (bridging neerosis).
Beberapa sel tumbuh kembali dan membentuk nodul dengan berbagai ukuran , dan ini menyebabkan distorsi percabangan pembuluh hepatik dan gangguan aliran daerah portal dan menimbulkan hipertensi portal. Tahap berikutnya terjadi peradangan dan nekrosis pada sel duktules ,sinusoid,retikulo endotel, terjadi fibrogenesis dan septa aktif jaringan kologen berubah dari reversibel menjadi irrevensibel bila telah terbentuk septa permanen yang aseluler pada daerah portal dan parenkhim hati sel limfosit T dan makrofag menghasilkan limfokin dan monokin sebagai mediator fibrinogen,septal aktif ini berasal dari portal menyebar keparenkim hati.
Kolagen ada 4 tipe dengan lokasi sebagai berikut:
Tipe 1: lokasi daerah sentral
Tipe 2: sinusoid
Tipe 3: jaringan retikulin (sinusoid portal)
Tipe 4: membram basal

Pada semua sirosis terdapat peningkatan pertumbuhan semua jenis kologen tersebut. Pembentukan jaringan kologen diransang oleh nekrosis hepatoseluluer dan asidosis laktat merupakan faktor perangsang.
Mekanisme terjadinya sirosis hati bisa secara:
·         mekanik
·         imunologis
·         campuran
Dalam hal mekanisme terjadinya sirosis secara mekanik dimulai dari kejadian hepatitis viral akut, timbul peradangan luas, nekrosis luas dan pembentukan jaringan ikat yang luas disertai pembentukan jaringan ikat yang luas disrtai pembentukan nodul regenerasi oleh sel parenkim hati, yang masih baik. Jadi fibrosis pasca nekrotik adalah dasar timbulnya sirosis hati. Pada mekanisme terjadinya sirosis secara imunologis dimulai dengan kejadian hepatitis viral akut yang menimbulkan peradangan sel hati ,nekrosis /nekrosis bridging dengan melalui hepatitis kronik agresif diikuti timbulnya sirosis hati. Perkembangan sirosis dengan cara ini memerlukan waktu sekitars 4 tahun sels yang nengandung virus ini merupakan sumber rangsangan terjadinya proses imunologis yang berlangsung terus menerus sampai terjadi kerusakan hati.

6.  Manifestasi klinis
1. Keluhan pasien sirosis hati tergantung pada fase penyakitnya. Gejala kegagalan hati ditimbulkan oleh keaktifan proses hepatitis kronik yang masih berjalan bersamaan dengan sirosis hati yang telah terjadi dalam proses penyakit hati yang berlanjut sulit dibedakan hepatitis kronik aktif yang berat dengan permulaan sirosis yang terjadi (sirosis dini).
2. Fase kompensasi sempurna.
Pada fase ini tidak mengeluh sama sekali atu bisa juga keluhan samar-samar tidak khas seperti pasien merasa tidak bugar/ fit merasa kurang kemampuan kerja selera makan berkurang, perasaan perut gembung, mual, kadang mencret atau konstipasi berat badan menurun, pengurangan masa otot terutama pengurangannya masa daerah pektoralis mayor.
3. Fase dekompensasi
Pada sirosis hati dalam fase ini sudah dapat ditegakkan diagnosisnya dengan bantuan pemeriksaan klinis, laboratorium, dan pemeriksaan penunjang lainnya. Terutama bila timbul komplikasi kegagalan hati dan hipertensi portal dengan manifestasi seperti: eritema palmaris, spider nevy, vena kolateral pada dinding perut, ikterus, edema pretibial dan asites. Ikterus dengan eir kemih berwarna seperti air kemih yang pekat mungkin disebabkan oleh penyakit yang berlanjut atau transformasi ke arah keganasan hati, dimana tumor akan menekan saluran empedu atau terbentuknya trombus saluran empedu intra hepatik. Bisa juga pasien datang dengan gangguan pembentukan darah seperti perdarahan gusi, epistaksis, gangguan siklus haid, haid berhenti. Kadang-kadang pasien sering mendapat flu akibat infeksi sekunder atau keadaan aktivitas sirosis itu sendiri. Sebagian pasien datang dengan gejala hematemesis, hematemesis dan melena, atau melena saja akibat perdarahan farises esofagus. Perdarahan bisa masif dan menyebabkan pasien jatuh ke dalam renjatan. Pada kasus lain, sirosis datang dengan gangguan kesadran berupa ensefalopati, bisa akibat kegagalan hati pada sirosis hati fase lanjut atau akibat perdarahan varises esofagus.

7.      Diagnosis
Keluhan dari sirosis hati dapat berupa :
a.       Merasa kemampuan jasmani menurun
b.       Nausea, nafsu makan menurun dan diikuti dengan penurunan berat badan
c.       Mata berwarna kuning dan buang air kecil berwarna gelap
d.       Pembesaran perut dan kaki bengkak
e.       Perdarahan saluran cerna bagian atas
f.        Pada keadaan lanjut dapat dijumpai pasien tidak sadarkan diri (Hepatic Enchephalopathy)
g.       Perasaan gatal yang hebat
8.     Gejala Klinis :
1. Kegagalan sirosis hati
a. Edema
b. ikterus
c. koma
d. spider nevi
e. alopesia pectoralis
f. ginekomastia
g. kerusakan hati
h. asites
i. rambut pubis rontok
j. eritema Palmaris
k. atropi testis
l. kelainan darah (anemia,hematon/mudah terjadi perdaarahan)
2. Hipertensi portal
a. varises oesophagus
b. spleenomegalic. perubahan sum-sum tulang
c. caput medusa
d. asites
e. collateral veinhemorrhoid
f. kelainan sel darah tepi (anemia, leukopeni dan trombositopeni)

8.      Patofisiologi
Minuman yang mengandung alkohol dianggap sebagai factor utama terjadinya sirosis hepatis. Selain pada peminum alkohol, penurunan asupan protein juga dapat menimbulkan kerusakan pada hati, Namun demikian, sirosis juga pernah terjadi pada individu yang tidak memiliki kebiasan minum dan pada individu yang dietnya normal tapi dengan konsumsi alkohol yang tinggi.
Faktor lain diantaranya termasuk pajanan dengan zat kimia tertentu (karbon tetraklorida, naftalen, terklorinasi, arsen atau fosfor) atau infeksi skistosomiastis dua kali lebih banyak daripada wanita dan mayoritas pasien sirosis berusia 40 – 60 tahun.
Sirosis laennec merupakan penyakit yang ditandai oleh nekrosis yang melibatkan sel-sel hati dan kadang-kadang berulang selama perjalanan penyakit sel-sel hati yang dihancurkan itu secara berangsur-angsur digantikan oleh jaringan parut yang melampaui jumlah jaringan hati yang masih berfungsi. Pulau-pulau jaringan normal yang masih tersisa dan jaringan hati hasil regenerasi dapat menonjal dari bagian-bagian yang berkonstriksi sehingga hati yang sirotik memperlihatkan gambaran mirip paku sol sepatu berkepala besar (hobnail appearance) yang khas.


Pathway
BAB III
ASKEP SIROSIS HEPATIS

1.     PENGKAJIAN
·         Identitas Pasien
·         Riwayat kesehatan
1.       Keluhan utama :
Keluhan utama pasien dating k rumah sakit berfariasi mulai dari Mual Muntah nyeri abdomen, keterbatasan gerak dll.
2.       Riwayat penyakit sekarang :
Mengapa pasien masuk Rumah Sakit dan apa keluahan utama pasien, sehingga dapat ditegakkan prioritas masalah keperawatan yang dapat muncul.
3.       Riwayat penyakit dahulu :
Apakah pasien pernah dirawat dengan penyakit yang sama atau penyakit lain yang berhubungan dengan penyakit hati, sehingga menyebabkan penyakit Sirosis hepatis. Apakah pernah sebagai pengguna alkohol dalam jangka waktu yang lama disamping asupan makanan dan perubahan dalam status jasmani serta rohani pasien.
4.       Riwayat penyakit keluarga :
Adakah penyakit-penyakit yang dalam keluarga sehingga membawa dampak berat pada keadaan atau yang menyebabkan Sirosis hepatis, seperti keadaan sakit DM, hipertensi, ginjal yang ada dalam keluarga. Hal ini penting dilakukan bila ada gejala-gejala yang memang bawaan dari keluarga pasien.
5.       Riwayat Tumbuh Kembang :
Kelainan-kelainan fisik atau kematangan dari perkembangan dan pertumbuhan seseorang yang dapat mempengaruhi keadaan penyakit, seperti ada riwayat pernah icterus saat lahir yang lama, atau lahir premature, kelengkapan imunisasi, pada form yang tersedia tidak terdapat isian yang berkaitan dengan riwayat tumbuh kembang.
6.       Riwayat Sosial Ekonomi
Apakah pasien suka berkumpul dengan orang-orang sekitar yang pernah mengalami penyakit hepatitis, berkumpul dengan orang-orang yang dampaknya mempengaruhi perilaku pasien yaitu peminum alcohol, karena keadaan lingkungan sekitar yang tidak sehat.
7.       Riwayat Psikologi
Bagaimana pasien menghadapi penyakitnya saat ini apakah pasien dapat menerima, ada tekanan psikologis berhubungan dengan sakitnya. Kita kaji tingkah laku dan kepribadian, karena pada pasien dengan sirosis hepatis dimungkinkan terjadi perubahan tingkah laku dan kepribadian, emosi labil, menarik diri, dan depresi. Fatique dan letargi dapat muncul akibat perasaan pasien akan sakitnya. Dapat juga terjadi gangguan body image akibat dari edema, gangguan integument, dan terpasangnya alat-alat invasive (seperti infuse, kateter).
·         Pemeriksaan fisik
1.       Kesadaran dan keadaan umum pasien : Perlu dikaji tingkat kesadaran pasien dari sadar - tidak sadar (composmentis - coma) untuk mengetahui berat ringannya prognosis penyakit pasien, kekacuan fungsi dari hepar salah satunya membawa dampak yang tidak langsung terhadap penurunan kesadaran, salah satunya dengan adanya anemia menyebabkan pasokan O2 ke jaringan kurang termasuk pada otak.
2.       Tanda - tanda vital pemeriksaan fisik Kepala – kaki TD, Nadi, Respirasi, Temperatur yang merupakan tolak ukur dari keadaan umum pasien / kondisi pasien dan termasuk pemeriksaan dari kepala sampai kaki dan lebih focus pada pemeriksaan organ seperti hati, abdomen, limpa dengan menggunakan prinsip-prinsip inspeksi, auskultasi, palpasi, perkusi), disamping itu juga penimbangan BB dan pengukuran tinggi badan dan LLA untuk mengetahui adanya penambahan BB karena retreksi cairan dalam tubuh disamping juga untuk menentukan tingakat gangguan nutrisi yanag terjadi, sehingga dapat dihitung kebutuhan Nutrisi yang dibutuhkan.
a.       Hati : perkiraan besar hati, bila ditemukan hati membesar tanda awal adanya cirosis hepatis, tapi bila hati mengecil prognosis kurang baik, konsistensi biasanya kenyal / firm, pinggir hati tumpul dan ada nyeri tekan pada perabaan hati. Sedangkan pada pasien Tn.MS ditemukan adanya pembesaran walaupun minimal (USG hepar). Dan menunjukkan sirosis hati dengan hipertensi portal.
b.       Limpa: ada pembesaran limpa, dapat diukur dengan 2 cara
ü  Schuffner, hati membesar ke medial dan ke bawah menuju umbilicus (S-I-IV) dan dari umbilicus ke SIAS kanan (S V-VIII)
ü  Hacket, bila limpa membesar ke arah bawah saja.
c.       Pada abdomen dan ekstra abdomen dapat diperhatikan adanya vena kolateral dan acites, manifestasi diluar perut: perhatikan adanya spinder nevi pada tubuh bagian atas, bahu, leher, dada, pinggang, caput medussae dan tubuh bagian bawah, perlunya diperhatikan adanya eritema palmaris, ginekomastia dan atropi testis pada pria, bias juga ditemukan hemoroid.
·    Pemeriksaan Laboratorium
Perlu diingat bahwa tidak ada pemeriksaan uji biokimia hati yang dapat menjadi pegangan dalam menegakkan diagnosis sirosis hati.
1. Darah : bisa dijumpai HB rendah, anemia normokrom normositer, hipokrom normositer, hipokrom mikrositer, atau hipokrom makrositer. Anemia bisa akibat hipersplenisme dengan leukopenia dan trombositopenia. Kolesterol darah yang selalu rendah mempunyai prognosis yang kurang baik.
2. Kenaikan kadar enzim transaminase/SGOT, SGPT tidak merupakan petunjuk tentang berat dan luasnya kerusakan parenkim hati. Kenaikan kadarnya dalam serum timbul akibat kebocoran dari sel yang mengalami kerusakan. Peninggian kadar gamma GT sama dengan transaminase, ini lebih sensitif tetapi kurang spesifik. Pemeriksaan laboratorium bilirubin, transaminase dan gamma GT tidak meningkat pada sirosis inaktif.
3. Albumin : kadar albumin yang merendah merupakan cerminan kemampuan sel hati yang kurang. Penurunan kadar albumin dan peningkatan kadar globulin merupakan tanda kurangnya daya tahan hati dalam menghadapi stress seperti : tindakan operasi.
4. Pemeriksaan CHE (kolinesterase) : penting dalam menilai sel hati. Bila terjadi kerusakan sel hati, kadar CHE akan turun, pada perbaikan terjadi kenaikan CHE menuju nilai normal. Nilai CHE yang bertahan dibawah nilai normal, mempunyai prognosis yang jelek.
5. Pemeriksaan kadar elektrolit penting dalam penggunaan diuretik dan pembatasan garam dalam diet. Dalam hal ensefalopati, kadar Na 500-1000, mempunyai nilai diagnostik suatu kanker hati primer.
·         Pemeriksaan Penunjang Lainnya
1.       Radiologi : dengan barium swallow dapat dilihat adanya varises esofagus untuk konfirmasi hepertensi portal.
2.       Esofagoskopi : dapat dilihat varises esofagus sebagai komplikasi sirosis hati/hipertensi portal. Akelebihan endoskopi ialah dapat melihat langsung sumber perdarahan varises esofagus, tanda-tanda yang mengarah akan kemungkinan terjadinya perdarahan berupa cherry red spot, red whale marking, kemungkinan perdarahan yang lebih besar akan terjadi bila dijumpai tanda diffus redness. Selain tanda tersebut, dapat dievaluasi besar dan panjang varises serta kemungkinan terjadi perdarahan yang lebih besar.
3.       Ultrasonografi : pada saat pemeriksaan USG sudah mulai dilakukan sebagai alat pemeriksaa rutin pada penyakit hati. Diperlukan pengalaman seorang sonografis karena banyak faktor subyektif. Yang dilihat pinggir hati, pembesaran, permukaan, homogenitas, asites, splenomegali, gambaran vena hepatika, vena porta, pelebaran saluran empedu/HBD, daerah hipo atau hiperekoik atau adanya SOL (space occupyin lesion0. Sonografi bisa mendukung diagnosis sirosis hati terutama stadium dekompensata, hepatoma/tumor, ikterus obstruktif batu kandung empedu dan saluran empedu, dll.
4.       Sidikan hati : radionukleid yang disuntikkan secara intravena akan diambil oleh parenkim hati, sel retikuloendotel dan limpa. Bisa dilihatbesar dan bentuk hati, limpa, kelainan tumor hati, kista, filling defek. Pada sirosis hati dan kelainan difus parenkim terlihat pengambilan radionukleid secara bertumpuk-tumpu (patchty) dan difus.
5.       Tomografi komputerisasi : walaupun mahal sangat berguna untuk mendiagnosis kelainan fokal, seperti tumor atau kista hidatid. Juga dapat dilihat besar, bentuk dan homogenitas hati.
6.       E R C P : digunakan untuk menyingkirkan adanya obstruksi ekstrahepatik.
7.       Angiografi : angiografi selektif, selia gastrik atau splenotofografi terutama pengukuran tekanan vena porta. Pada beberapa kasus, prosedur ini sangat berguna untuk melihat keadaan sirkulasi portal sebelum operasi pintas dan mendeteksi tumopr atau kista.
8.       Pemeriksaan penunjang lainnya adalah pemeriksaan cairan asites dengan melakukan pungsi asites. Bisa dijumpai tanda-tanda infeksi (peritonitis bakterial spontan), sel tumor, perdarahan dan eksudat, dilakukan pemeriksaan mikroskopis, kultur cairan dan pemeriksaan kadar protein, amilase dan lipase.
Bila penyakit sirosis hati berlanjut progresif, maka gambaran klinis, prognosis dan pengobatan tergantung pada 2 kelompok besar komplikasi :
1.       Kegagalan hati (hepatoseluler) ; timbul spider nevi, eritema palmaris, atrofi testis, ginekomastia, ikterus, ensefalopati, dll.
2.       Hipertensi portal : dapat menimbulkan splenomegali, pemekaran pembuluh vena esofagus/cardia, caput medusae, hemoroid, vena kolateral dinding perut. Bila penyakit berlanjut maka dari kedua komplikasi tersebut dapat timbul komplikasi dan berupa.
ü  Asites
ü  Ensefalopati
ü  Peritonitis bakterial spontan
ü  Sindrom hepatorenal
ü  Transformasi ke arah kanker hati primer (hepatoma)
·    Pengobatan
Terapi & prognosis sirosis hati tergantung pada derajat komplikasi kegagalan hati dan hipertensi portal. Dengan kontrol pasien yang teratur pada fase dini akan dapat dipertahankan keadaan kompensasi dalam jangka panjang dan kita dapat memperpanjang timbulnya komplikasi.
1.       Pasien dalam keadaan kompensasi hati yang baik cukup dilakukan kontrol yang teratur, istirahat yang cukup, susunan diet TKTP, lemak secukupnya. Bila timbul ensefalopati, protein dikurangi.
2.       Pasien sirosis hati dengan sebab yang diketahui, seperti : Alkohol & obat-obat lain dianjurkan menghentikan penggunaannya. Alkohol akan mengurangi pemasukan protein ke dalam tubuh. Hemokromatosis, dihentikan pemakaian preparat yang mengandung besi atau terapi kelasi (desferioxamine). Dilakukan venaseksi 2x seminggu sebanyak 500 cc selama setahun. Pada penyakit wilson (penyakit metabolik yang diturunkan), diberikan D-penicilamine 20 mg/kgBB/hari yang akan mengikat kelebihan cuprum, dan menambah ekskresi melalui urin.
3.       Pada hepatitis kronik autoimun diberikan kortikosteroid Pada keadaan lain dilakukan terapi terhadap komplikasi yang timbul:
a.       Asites, diberikan diet rendah garam 0,5 g/hr dan total cairan 1,5 l/hr. Spirolakton dimulai dengan dosis awal 4×25 mg/hr dinaikkan sampai total dosis 800 mg sehari,bila perlu dikombinasi dengan furosemid.
b.       Perdarahan varises esofagus. Pasien dirawat di RS sebagai kasus perdarahan saluran cerna. Pertama melakukan pemasangan NG tube, disamping melakukan aspirasi cairan lambung. Bila perdarahan banyak, tekanan sistolik 100 x/mnt atau Hb ,9 g% dilakukan pemberian IVFD dengan pemberian dekstrosa/salin dan transfusi darah secukupnya. Diberikan vasopresin 2 amp. 0,1 g dalam 500 cc cairan d 5 % atau salin pemberian selama 4 jam dapat dulang 3 kali. Dilakukan pemasangan SB tube untuk menghentikan perdarahan varises. Dapat dilakukan skleroterapi sesudah dilakukan endoskopi kalau ternyata perdarahan berasal dari pecahnya varises. Operasi pintas dilakukan pada Child AB atau dilakukan transeksi esofagus (operasi Tanners). Bila tersedia fasilitas dapat dilakukan foto koagulasi dengan laser dan heat probe. Bila tidak tersedia fasilitas diatas, untuk mencegah rebleeding dapat diberikan propanolol.
c.       Untuk ensefalopati dilakukan koreksi faktor pencetus seperti pemberian KCL pada hipokalemia, aspirasi cairan lambung bagi pasien yang mengalami perdarahan pada varises, dilakukan klisma, pemberian neomisin per oral. Pada saat ini sudah mulai dikembangkan transplantasi hati dengan menggunakan bahan cadaveric liver. Terapi yang diberikan berupa antibiotik seperti sefotaksim 2 g/8 jam i.v. amokisilin, aminoglikosida.
Sindrom haptorenal/nefropati hepatik, terapinya adalah imbangan air dan garam diatur dengan ketat, atasi infeksi dengan pemberian antiobiotik, dicoba melakukan parasentesis abdominal dengan ekstra hati-hati untuk memperbaiki aliran vena kava, sehingga timbul perbaikan pada curah jantung dan fungsi ginjal.

C.      Pengelompokan data :
1) Data Subyektif
·         Keluhan perut tidak enak, mual dan nafsu makan menurun.
·         Mengeluh cepat lelah.
·         Mengeluh sesak nafas
2) Data Obyektif
·         Penurunan berat badan
·         Ikterus.
·         Spider naevi.
·         Anemia.Air kencing berwarna gelap.
·         Kadang-kadang hati teraba keras.
·         Kadar cholesterol rendah, albumin rendah.
·         Hematemesis (muntah darah yang berasal dari saluran cerna) dan Melena (pengeluaran feses yang yang berwarna hitam).
2.   DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang timbul dari data focus di atas adalah:
·         Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b/d anoreksia.
·         Volume cairan berlebih berhubungan dengan gangguan metabolisme regulasi kelebihan natrium atau masukan.
·         Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan otot
·         Gangguan citra tubuh yang berhubungan dengan perubahan fisikologis seperti ikterik, asites, edema, ginekomastia.
·         Gangguan integritas kulit berhubungan dengan pembentukan edema.
·         Nyeri berhubungan dengan proses infeksi yang ditandai dengan klien mengeluh nyeri pada perut
·         Ketidak efektifan pola nafas berhubungan dengan keterbatasan ekspansi dada karena hidrothorak dan asites.

3.     INTERVENSI
Diagnosa 1              :
Diagnose
Tujuan/ Kriteria Hasil
Intervensi
Rasional
Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b/d anoreksia
Tujuan: kebutuhan nutrisi terpenuhi.


Kriteria hasil: menunjukkan peningkatan nafsu makan.


·     Diskusikan tentang pentingnya nutrisi bagi klien.
·     Anjurkan makan sedikit tapi sering.
·     Batasi cairan 1 jam sebelum dan sesudah makan.
·     Pertahankan kebersihan mulut.
·     Batasi makanan dan cairan yang tinggi lemak.
·     Pantau intake sesuai dengan diet yang telah disediakan.

·  Nutrisi yang baik dapat mempercepat proses penyembuhan.
·  Peningkatan tekanan intra abdominal akibat asites menekan saluran GI dan menurunkan kapasitasnya.
·  Cairan dapat menurunkan nafsu makan dan masukan.
·  Akumulasi partikel makanan di mulut dapat menambah bau dan rasa tak sedap yang menurunkan nafsu makan.
·  Kerusakan aliran empedu mengakibatkan malabsorbsi lemak.
·  Untuk mencukupi nutrisi intake harus adekuat.


Diagnose 2              :
Diagnose
Tujuan/ Kriteria Hasil
Intervensi
Rasional
Volume cairan berlebih berhubungan dengan gangguan metabolisme regulasi kelebihan natrium atau masukan.

Tujuan: volume cairan tubuh normal


Kriteria hasil: menunjukkan  volume cairan normal.


·   Mengobservasi keadaan umum pasien
·   Mengukur masukan dan pengeluaran pada pasien setiap hari
·   Mendorong pasien untuk tirah baring bila asites
·   Memberikan perawatan mulut
·   Batasi pemberian natrium dan cairan sesuai dengan indikasi
·  keadaan umum pasien lemah
·  Pasien mau di ukur masukan dan pengeluaran setiap hari
·  Pasien mau tirah baring
·  Pasien mau di lakukan perawatan mulut
·  Pasien tampak pemberian natrium dan cairan di batasi

Diagnose 3                :
Diagnose
Tujuan/ Kriteria Hasil
Intervensi
Rasional
Intolerans aktifitas b/d kelemahan otot.

Tujuan: Klien dapat beraktifitas sesuai dengan batas toleransi.

Kriteria hasil: menunjukkan peningkatan dalam beraktifitas.


·   Kaji kesiapan untuk meningkatkan aktifitas contoh: apakah tekanan darah stabil, perhatianterhadap aktifitas dan perawatan diri.
·   jelaskan pola peningkatan bertahap dari aktifitas contoh: posisi duduk di tempat tidur, bangundari tempat tidur, belajar berdiri dst.
·   Berikan bantuan sesuai dengan kebutuhan (makan, minum, mandi, berpakaian dan eleminasi).

·         Stabilitas fisiologis penting untuk menunjukkan tingkat aktifitas individu.

·         Kemajuan aktifitas bertahap mencegah peningkatan tiba-tiba pada kerja jantung.

·         Teknik penghematan energi menurunkan penggunaan energi.


Diagnose 4 :
Diagnose
Tujuan/ Kriteria Hasil
Intervensi
Rasional
Gangguan citra tubuh yang berhubungan dengan perubahan fisikologis seperti ikterik, asites, edema, ginekomastia.
Tujuan: klien menerima perubahan fisiologis tubuhnya

Kriteria hasil: pasien dapat bersosialisasi dengan normal


·   Berikan pengertian pada pasien mengenai penyakitnya dan akibat dari penyakitnya
·   Diskusikan informasi yang jelas dengan pasien tentang penyakitnya
·   Berikan dorongan untuk berhubungan dengan orang lain
·   Pastikan bahwa orang terdekat mengetahui dan mengerti gejala setatus mental atau prilaku
·   Berikan informasi tentang kelompok pendukung yang tersedia di masarakat
·         Memahami pennyakitnya

·         Mengepresikan pengertian mengenaiproses penyakit.

·         Mengungkapkan Pengertian Tentang Pentingnya Mengetahui gejala penyakitnya.

Diagnose 5
Diagnose
Tujuan/ Kriteria Hasil
Intervensi
Rasional
Gangguan integritas kulit berhubungan dengan pembentukan edema.

Tujuan :
Tidak terjadi dekubitus
Kriteria hasil : Integritas kulit baik

  Batasi natrium seperti yang diresepkan.
  Berikan perhatian dan perawatan yang cermat pada kulit.
  Ubah posisi tidur pasien dengan sering.
  Timbang berat badan dan catat asupan serta haluaran cairan setiap hari.
  Lakukan latihan gerak secara pasif, tinggikan ekstremitas edematus.
  Letakkan bantalan busa yang kecil dibawah tumit, maleolus dan tonjolan tulang lainnya.
·   Meminimalkan pembentukan edema
·   Jaringan dan kulit yang edematus mengganggu suplai nutrien dan sangat rentan terhadaptekanan serta trauma.
·   Meminimalkan tekanan yang lama dan meningkatkan mobilisasi edema.
·   Memungkinkan perkiraan status cairan dan pemantauan terhadap adanya retensi sertakehilangan cairan dengan cara yang paling baik.
·   Meningkatkan mobilisasi edema.
·   Melindungi tonjolan tulang dan meminimalkan trauma jika dilakukan dengan benar.
Diagnose 6
Diagnose
Tujuan/ Kriteria Hasil
Intervensi
Rasional
Nyeri Berhubungan Dengan Proses Infeksi Yang Ditandai Dengan Klien Mengeluh Nyeri Pada Perut
Tujuan : nyeri berkurang atau hilang
Criteria hasil : TTV dalam batas normal,
secara subjektif klien menyatakan nyeri berkurang,
klien tampak rileks dan dapat istirahat
·   Kaji keadaan nyeri klien secara PQRST
·   Lakukan manejemen nyeri
1.   Atur posisis psikologi
2.   Ajarkan tehnik relaksasi seperti nafas dalam.
3.   Ajarkan metode distraksi
4.   Kompres hangat pada area nyeri
5.   Berikan sentuhan atau pemijatan pada area sekitar nyeri.
·         Kolaborasi pemberian analgesic secara periodic.
·   Membantu dalam menentukan setatus nyeri klien dan menjadi data dasar untuk intervensi dan monitoring keberhasilan interfensi.
1.       Meningkatkan rasa nyaman dengan mengurangi sensasi tekan.
2.       Membantu menurunkan rasa nyeri
3.       Meningkatkan respons pengeluaran edorfin untuk memutus rseptor rasa nyeri
4.       Meningkatkan respon aliran darah pada area nyeri
5.       Meningkatkan aliran darah dan merupakan metode pengalihan.
·   Menurunkan puncak priode nyeri

      Diagnose 7
Diagnose
Tujuan/ Kriteria Hasil
Intervensi
Rasional
Ketidak efektifan pola nafas berhubungan dengan keterbatasan ekspansi dada karena hidrothorak dan asites.

Tujuan : pola pernafasan normal
Criteria hasil : TTV dalam batas normal, ventiasi yang adekuat serta perbaikan pertukaran gas pada paru.

·   Anjurkan klien untuk tidak memikirkan ansietas
·   Ajarkan nafas dalam
·   Latih individu bernafas perlahan dan efektif
·   Diskusikan penyebabnya (fisik atau emosi) dan metode penanganan yang efektif

·   Salah satu factor penyebab hiperventilasi adalah ansietas akibat respon system sraf simpatik
·   Memungkinkan pernafasan terkontrol, efektif
·   Memunkkinkan pernafasan efektif
·   Mengetahui masalah yang timbul dan penanganan masalah secara efektif



BAB III
PENUTUP
A.     Kesimpulan
Sirosis hepatis adalah penyakit yang ditandai oleh adanya peradangan difus dan kronik pada hati, diikuti proliferasi jaringan ikat, degenerasi dan regenerasi, sehingga timbul kerusakan dalam susunan parenkim hati.

Penderita sirosis hati lebih banyak dijumpai pada kaum laki-laki jika dibandingkan
dengan kaum wanita sekita 1,6 : 1 dengan umur rata-rata terbanyak antara golongan umur 30 – 59 tahun dengan puncaknya sekitar 40 – 49 tahun.
Keluhan pasien sirosis hati tergantung pada fase penyakitnya. Gejala kegagalan hati ditimbulkan oleh keaktifan proses hepatitis kronik yang masih berjalan bersamaan dengan sirosis hati yang telah terjadi dalam proses penyakit hati yang berlanjut sulit dibedakan hepatitis kronik aktif yang berat dengan permulaan sirosis yang terjadi (sirosis dini).

B.     Saran
Semoga dengan makalah ini kita lebih memahami karakteristik serosis hepatitis sehingga kita dapat melakukan pencegahan dini dan penanganan yang tepat pada penderita serosis hepatitis


DAFTAR PUSTAKA

·         Marylin E. Doengoes (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, EGC, Jakarta.
·         Mansjoer Arif, dkk. Buku Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jakarta : Balai Penerbit Media Aesculapius
·         Inayah Lin, S.Kp Asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan system pencernaan, salemba medika
·          Baradero Mary, Mary wilfrid , yakobus siswadi, seri asuhan keperawatan klien dengan penyakit hati, buku kedokteran EGC
·         www. Google.co.id


2 komentar:

  1. terimakasih buat artikelnya.. informasi yang sangat bermanfaat..

    http://tokoonlineobat.com/obat-penyakit-kanker-hati-alami/

    BalasHapus